Diperlukan Program Restrukturisasi Mesin Produksi yang Lebih Modern, Guna Memperkuat Industri TPT
PADANG, (tubasmedia.com) – Pemerintah sedang gencar menarik investasi untuk memperkuat struktur manufaktur sektor industri kimia di dalam negeri di.
“Pasalnya, dari tahun 1998, belum ada investasi yang besar khususnya di industri petrokimia. Padahal, produksi dari sektor tersebut banyak dibutuhkan untuk memasok kebutuhan bagi sektor lainnya,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono pada acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri dengan Wartawan di Padang, Selasa (8/10).
Untuk itu, dengan memprioritaskan pengembangan industri kimia, Kemenperin mendorong agar dapat menghasilkan produk substitusi impor sehingga bisa menakan defisit neraca perdagangan.
“Oleh karena itu, investasi-investasi yang sedang kita upayakan masuk, industrinya sudah mengaplikasikan teknologi industri 4.0, yang tentunya bisa meningkatkan produktivitas secara efisien,” paparnya.
Terkait industri tekstil dan pakaian, Sigit mengemukakan, sektor ini merupakan yang tertua struktur manufakturnya di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan program restrukturisasi mesin produksi yang lebih modern sehingga dapat memacu produktivitas dan daya saingnya.
“Potensi kita, industri tesktil dan pakaian ini sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kalau didorong dengan penerapan industri 4.0, kami optimistis bisa mengejar kapasitas produksi dari negara-negara kompetitor,” lanjutnya.
Di industri elektronika, Kemenperin juga sedang mendongkrak kinerjanya melalui peningkatan investasi. “Kita masih memerlukan investasi yang cukup besar khususnya di sektor hulu, yang bisa menghasilkan berbagai komponen untuk memasok kebutuhan bagi sektor-sektor lainnya seperti industri otomotif,” tutur Sigit.
Sementara itu, di industri otomotif, Sekjen Kemenperin menilai kinerja sektor tersebut mulai bergerak naik signifikan dibanding 20 tahun lalu. Hal ini seiring terjadinya peningkatan investasi di dalam negeri, di mana sejumlah produsen global menjadikan Indonesia basis produksinya untuk mengisi pasar ekspor.
“Saat ini perkembangan teknologinya pun terus berkembang, seperti pada pengaruh mesinnya terhadap lingkungan. Maka itu, pengembangan kendaraan listrik menjadi prioritas ke depannya. Jadi, nanti ada aturan mengenai PPnBM yang didasarkan pada emisi yang dikeluarkan. Kalau emisinya rendah, PPnBM-nya akan rendah,” jelasnya.
Sigit menegaskan, pemerintah telah menyusun langkah strategis untuk menggenjot kinerja lima sektor tersebut, yang tertuang di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Peta jalan ini diyakini akan dapat mewujudkan visi Indonesia menjadi negara 10 besar yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
“Kami juga optimistis, implementasi industri 4.0, akan mengoptimalkan potensi-potensi lainnya seperti penambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 1-2 persen, peningkatan kontribusi sektor terhadap PDB hingga 25% pada 2030, peningkatan net export hingga 10%, serta mengisi kebutuhan tenaga kerja yang melek digital hingga 17 juta orang untuk mendorong peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional hingga USD150 Miliar pada 2025,” paparnya. (sabar)