Bongkar Pasang

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

DARI teori perilaku apakah bongkar pasang bisa dianggap perilaku produktif yang kreatif atau merupakan bentuk perilaku yang tidak memiliki nilai apa-apa, kecuali hanya bisa disebut sebagai perilaku iseng-iseng, suka-suka gue atau jahil yang tujuan akhirnya tidak terukur dan tidak menyelesaikan masalah dari pekerjaan bongkar pasang tersebut.

Dalam konteks manajemen, kegiatan bongkar pasang barangkali bisa disebut sebagai kegiatan yang tak punya landasan konsep dan perencanaan sama sekali. Bisa juga disebut sebuah kegiatan yang bersifat spekulatif yang hasil akhirnya syukur-syukur bisa baik, tapi bisa juga bisa tambah rusak. Dengan landasan berfikir seperti ini, berarti teori bongkar pasang dalam sistem organisasi dan manajemen, sebaiknya tidak dilakukan bahkan harus dihindari.

Karena landasan konsepnya lemah, maka kegiatan bongkar pasang bisa dianggap sebagai tindakan yang dapat menimbulkan ketidakpastian, pemborosan dan menggambarkan bahwa sistem yang dibangun tidak solid. Bongkar pasang bisa juga disebut sebagai kegiatan yang landasan berfikirnya serba sesaat yang tujuan akhirnya juga hanya untuk mendapatkan kepentingan dan kepuasan sesaat.

Kalau dalam tata cara pembuatan perundang-undangan, naskah akademisnya tidak dibuat bahkan kalaupun dibuat hanya dimaksudkan untuk sekedar memenuhi syarat formal, bisa disebut landasan filosofis, sosiologis dan substansinya tidak jelas dan bahkan tidak bisa ditelusuri maksud dan tujuannya.

Bongkar pasang itu teman karibnya maju mundur, artinya dapat mengandung nilai kegamangan, tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mudah terpengaruh oleh lingkungan yang suka berubah dengan dinamika yang tinggi. Bisa jadi ada perasaan takut tidak populer kalau tidak sering melakukan kegiatan bongkar pasang.

Orang Jawa bilang, tangannya gatik (suka otak atik) suatu benda/barang, padahal benda itu secara fisik dalam keadaan utuh tak ada yang rusak dan tetap berfungsi sesuai kegunaannya. Akibat, tangannya “gatik” dan semuanya mau dicoba untuk dilakukan bongkar pasang dengan intensitas tinggi, hasil akhirnya adalah benda itu menjadi tidak berfungsi pada saat dibutuhkan dan lebih lanjut berakibat mendatangkan kerugian, kalau benda tadi berupa alat produksi atau alat transportasi dan juga sistem menjadi “rusak”.

Bayangkan kalau hal semacam ini terjadi dalam sistem organisasi dan manajemen manakala kegiatan bongkar pasang dilakukan setiap saat, hampir pasti visi dan misi organisasi tidak akan jalan dan tujuanya tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, dalam konteks sistem manajemen yang baik, jarang dan hampir tidak pernah terjadi kegiatan bongkar pasang.

Begitu pula dalam hal pemanfaatan sumber daya, yaitu manusia, uang/dana, peralatan, material dan metode kerjanya tidak akan dengan mudah melakukan bongkar pasang karena pasti beresiko secara materiil maupun bersifat non materiil. Para pengambil keputusan di level apapun, di bidang manapun, tidak boleh seenaknya sendiri dengan mudah melakukan bongkar pasang, kecuali hanya kegiatan yang bersifat perbaikan, penyempurnaan atau bahkan perubahan karena keadaan mengharuskannya.

Langkah ini dilakukan karena lingkungannya mengalami perubahan secara signifikan sehingga asumsi yang dipakai harus diubah. Dalam menjalankan roda organisasi dan menerapkan sistem manajemen, pastikan dari awal bahwa semua faktor telah diperhitungkan dengan cermat. Pastikan dari awal bahwa semua keputusan penting organisasi dan sistem manajemen yang digunakan menjawab kebutuhan di lapangan.

Seluruh sumber daya yang digunakan akan berfungsi dengan optimal, efisien dan efektif dan serba terukur, baik dari segi biaya maupun output, outcome dan dampaknya. Ilustrasi ini memberikan sebuah pelajaran kepada kita, bahwa bila diantara kita mendapatkan kepercayaan memimpin organisasi, jangan sekali-kali pernah berfikir akan melakukan bongkar pasang terhadap tatanan sistem yang sudah ada.

Kalau sistem yang ada sudah baik, tinggal dijalankan dan yang belum dianggap baik bisa dilakukan perbaikan, penyempurnaan dan perubahan agar menjadi baik dan berfungsi. Jangan pernah bereksperimen karena baru baca buku-buku yang modern di bidang pengetahuan apapun ingin melakukan perubahan yang mendasar atas suatu tatanan sistem. Ingin melakukan pembongkaran atas sistem yang sudah bagus agar lebih modern dan lebih dapat menjawab kebutuhan masa depan.

Sementara itu, sistem yang ada sejatinya masih memiliki validitas yang tinggi ,masih bisa digunakan dan masih sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Apalagi bongkar pasang itu dilakukan dengan sadar karena mimpi buruk semalam, atau karena bisikan gaib dari leluhur. Yang satu ini lebih parah lagi kalau dijadikan landasan untuk bekerja. Pintar, cerdas tidak dilarang bahkan diharuskan.

Bereksperimen juga tidak dilarang, tapi ketika seseorang berada dalam posisi pengambil keputusan, maka sebaiknya hal itu tidak dlakukannya. Yang wajib dan paling utama dikerjakan adalah mengambil keputusan untuk memperbaiki keadaan dan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi, bukan bermimpi, berilusi dan bereksperimen dan membongkarpasang tanpa henti.

Kenapa demikian? Karena kita semua membutuhkan kepastian. Semuanya dibatasi oleh ruang dan waktu sehinnga momen penting tidak boleh terlewatkan begitu saja karena tak mengambil keputusan penting. Bongkar pasang tidak boleh terjadi dan dilakukan dalam organisasi dan sistem manajemen.

Biarlah bongkar pasang hanya terjadi di lingkungan yang terbatas saja karena alasan tugas dan fungsinya. Misal terjadi di perusahaan penyewaan tenda untuk perkawinan dan penyewaan panggung untuk pertunjukan. Pasti setiap saat dia akan melakukan bongkar pasang. Mainan lego bagi anak-anak biar saja dibongkar pasang. Sistem yang dapat berdampak luas dalam kehidupan tidak boleh dibongkar pasang kayak tenda dan panggung tadi. UUD 1945 dan UU tidak boleh sak enak wudelnya dibongkar pasang. Jaringan listrik, telkom dan gas di bawah tanah tidak sepatutnya dibongkar pasang karena semuanya bisa memacetkan aktivitas kehidupan. ***

CATEGORIES
TAGS