Berwisata Sembari Memburu Produk UKM

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

PERKAMPUNGAN Industri Kecil (PIK) Pulogadung pada awalnya cukup tersohor dan menjadi tempat berproduksi para industriawan kecil seperti pembuat sepatu, pembuat pakain jadi (garmen), pandai besi dan kerajinan rumahan lainnya. Hal ini salah satu gagasan Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Ali Sadikin. Dari berbagai tempat, seperti Tegal Parang, Karet dll, kaum industriawan kecil ini dikumpulkan di satu perkampungan di daerah Penggilingan, Jakarta Timur, bertetangga dengan Kawasan Industri Pulogadung atau dengan nama bekennya PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT JIEP).

Namun, lama kelamaan nama PIK Pulogadung ini semakin tidak pernah lagi kedengaran. Tadinya dengan mengunjungi perkampungan industri ini, kita bisa melihat cara kerjanya membuat sepatu, sekaligus pesan barang atau bisa membeli barang jadi dengan harga relatif murah karena langsung dari dapur produksi. Hasil kerajinan mereka juga dapat dipajang di ruang pameran yang disediakan di pusat perkampungan itu, sehingga pemesan atau pengunjung mendapat keterangan lengkap siapa pembuat dan bahan-bahan yang digunakan serta peta lokasi yang bisa dikunjungi.

Hal seperti ini perlu dihidupkan, sehingga industriawan kecil yang umumnya jenis usaha kecil menengah (UKM) ini, merasakan manfaat perkampungan industri ini untuk kemajuan usahanya dan kejayaan bangsa. Promosi harus digencarkan, sehingga pengusaha-pengusaha UKM ini dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pengusaha tangguh dan memunculkan merek-merek sendiri yang kelak menjadi kebanggaan nusantara dan bahkan antarnegara.

PIK Pulogadung hampir sama nasibnya, sebagaimana halnya dulu kawasan pembuat sepatu Cibaduyut di kota Bandung, sempat terkenal di kota-kota lain di Indonesia, namun belakangan seperti redup, karena tidak ada kontinuitas pembinaan dan promosi yang gencar. Dikhawatirkan lagi, ratusan perajin kecil yang mau dikembangkan sesuai dengan tujuan awal, lama-lama pindah tangan ke hanya beberapa tangan pengusaha kuat, karena sudah kehabisan modal. Sehingga, tujuan mulia pembinaan usahawan kecil bisa tumbuh menjadi besar, dengan kreativitas yang beragam, akhirnya tidak tercapai.

Memang, kalau kita berkunjung ke perkampungan industri kecil ini sekarang di malam hari, sungguh amat ramai, mirip pasar festival. Akan tetapi keramaiannya adalah menjadi bursa perdagangan barang-barang keperluan sehari-hari yang bukan seluruhnya produk perajin PIK Pulogadung. Bahkan, barang produk-produk buatan China pun ramai diperdagangkan. Sehingga, tidak heran bila di perkampungan industri itu, mulai tumbuh mal-mal pertokoan atau supermarket baru, bukan bengkel-bengkel kerja industri yang berkembang sebagaimana diharapkan semula.

Berburu Sepatu Malaysia

Untuk tujuan yang baik, kita tidak perlu malu meniru Malaysia. Pada akhir Maret ini, dimana ada libur panjang akhir bulan, bersamaan dengan perayaan hari besar keagamaan Jumat Agung hingga Hari Paskah, Malaysia dengan jeli memanfaatkannya untuk mengajak wisatawan berlibur ke sana. Mereka mengajak para penggila belanja untuk berburu sepatu di Malaysia International Shoe Festival (MISF) 2013 di Kuala Lumpur pada tanggal 28 Maret hingga 31 Maret nanti.

Menteri Pariwisatanya, YB Dato Sri Dr Ng Yen Yen mengatakan baru-baru ini, Malaysia mempromosikan industri sepatu sebagai produk baru di bidang pariwisata. Dikatakan, industri sepatu di Malaysia telah berusia sekitar 100 tahun, dimulai dari industri pedesaan, hingga menjadi produk terkemuka di kawasan ASEAN dengan model sepatu terkini.

Padahal, perajian Indonesia mungkin lebih dahulu menciptakan model-model sepatu jadul dan masa kini, yang sebenarnya bisa dipromosikan, tidak saja oleh Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif, tetapi juga bisa bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Malaysia menargetkan akan mampu mendatangan 65.000 wisatawan dari berbagai negara, baik pebisnis atau traders maupun hanya penggila sepatu saja. Bagaimana Indonesia?

Keahlian dan keterampilan para perajin sepatu di PIK Pulogadung dan Cibaduyut, sebenarnya tidak kalah untuk dipromosikan ke seantero dunia. Hanya kita tidak pintar merancang suatu ajakan pelesiran sembari berburu barang produk UKM tersebut ke Jakarta atau ke Bandung.

Festival sepatu di Malaysia itu sudah memasuki tahun keempat, dengan melibatkan 150 merek lokal dan merek internasional. Selain memperkenalkan koleksi-koleksi terbaru, diadakan pula pameran Designer Pavilion yang menampilkan karya-karya desainer sepatu lokal dan perancang sepatu internasional dari Hong Kong, Indonesia, Thailand, China dan Selandia Baru. Hal itu boleh kita tiru. Semuanya ini dilakukan Pemerintah Malaysia untuk mengangkat harkat dan martabat para perajin sepatu lokal untuk berproduksi. Cara serupa hendaknya bisa dilakukan Indonesia untuk menggairahkan semangat para perajin UKM di PIK Pulogadung dan Cibaduyut. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS