X-M= Surplus
Oleh: Fauzi Azis

SEKEDAR mengingatkan kembali. Dalam sistem perekonomian, X adalah sisi ekspor dan M sisi impor. Semua negara di dunia tidak satupun mengharapkan X – M = defisit, tetapi sebaliknya mengupayakan agar deltanya selalu positif/surplus.
X adalah ekspor barang dan jasa. Demikian juga M, adalah impor barang dan jasa juga. Delta yang surplus berarti kita dapat menghimpun devisa dalam jumlah yang masif untuk membiayai pembangunan dan sekaligus agar tetap dapat membiayai impor barang dan jasa yang masih kita butuhkan.
Sebagai negara, tugas pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, baik secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri harus mampu membangun ekonominya agar selalu menghasilkan volume dan nilai X yang lebih besar dari volume dan nilai M.
Kebijakan nasional, kebijakan di tingkat lokal/daerah dan kebijakan at company level dan juga sikap dan perilaku masyarakat, harus dalam posisi yang sama, yaitu bersama-sama membangun daya saing bangsa yang bersifat produktif untuk menghasilkan surplus dan mengelola surplus agar ekonomi kita tumbuh secara berkualitas.
Segala macam bentuk strategi yang kita kembangkan dan progam-program yang kita rancang sasarannya hanya satu, yaitu menghasilkan surplus karena X>M. Kalau defisit, berarti kita letoi, bangsa yang tidak berdaya, bangsa yang tidak bisa mensyukuri nikmat Tuhan yang telah memberikan kekayaan sumber daya ekonomi yang tak ternilai harganya.
Kalau tidak berhasil, maka bisa dibilang bangsa ini kufur nikmat. Negeri ini tidak akan berakhir hanya sampai dengan 2014 saja. Negeri ini akan tetap ada di sepanjang zaman. Presiden boleh gonta-ganti sesuai amanat konstitusi, tetapi kedaulatan ekonomi harus tetap dapat kita pertahankan bersama untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran.
Salah satu caranya adalah membangun semangat nasionalisme dari seluruh warga bangsa agar kita mampu mewujudkan sebagai bangsa yang mandiri dan senantiasa menghasilkan surplus ekonominya. Apalah arti sebuah kemandirian kalau dalam percaturan perdagangan dunia, negeri ini selalu kalah bersaing.
Kerja sama di bidang investasi dan perdagangan misi utamanya hanya satu, yaitu mengkondisikan agar ekonomi bangsa ini selalu menghasilkan surplus. Kalau tidak, maka kita akan menjadi selalu bergantung pada bangsa lain dan kalau tidak juga berhasil, maka berarti kita siap “dijajah” oleh bangsa lain secara ekonomi.
Oleh sebab itu, kita semua menjadi ikut bertanggungjawab atas segala macam bentuk/faktor yang bisa mendistorsi daya saing bangsa. Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, hakekatnya adalah sebuah “kartel” ekonomi bangsa. Sikap nasionalnya ketika berunding pada fora internasional, harus jelas dan tegas, yaitu memenangkan kepentingan nasional agar keberadaban ekonomi bangsa ini diakui oleh dunia.
Segala macam bentuk kelemahan yang ada dalam membangun daya saing bangsa, harus kita kikis bersama-sama. Karena yang bisa menyelamatkan negeri ini dari kebangkrutan ekonomi adalah kita sendiri bangsa Indonesia. Empat bulan terakhir ini kita semua risau karena ekonomi negeri ini mengalami defisit dalam neraca transaksi berjalan. Mudah-mudahan tidak berlanjut.
Kita semua butuh reputasi, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Bohong kalau diantara kita tidak butuh reputasi. Reputasi yang baik terjadi karena kita semua banyak menghasilkan karya dan prestasi melalui hasil kerja yang serba terukur untuk mengjhasilkan output ekonomi yang produktifitasnya tinggi.
Dengan ini maka akan membuahkan surplus ekonomi dimana nilai volume ekspor barang dan jasa yang kita hasilkan selalu lebih besar dari nilai impor barang dan jasa yang kita butuhkan. Kemandirian ekonomi yang lebih masuk akal jika kondisi yang tercipta adalah seperti itu, tanpa kita harus bersuara sumbang penuh heroik, go to hell impor, meskipun kita juga tidak boleh bersikap bodoh dan good boy ketika kita berhadapan dengan rezim impor.
Tugas kita bersama ke depan sangat berat dan karena itu kita harus mempunyai kepentingan yang sama untuk mensukseskan idealisme, cita-cita, visi dan misi bagaimana mewujudkan negara bangsa yang maju sebagai satu kesatuan yang tidak mudah kalah dalam persaingan dan percaturan antar bangsa di dunia dengan tujuan agar bangsa ini berhasil menghasilkan surplus ekonominya dan mengelolanya untuk kepentingan bersama guna membangun dan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran.***