Volatilitas, Stabilitas Pasar Uang dan Casino Capitalism

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

VOLATILITAS pasar uang no dan stabilitas pasar uang yes. Dua fenomena ini nampaknya menjadi semacam pasionnya para pengendali kebijakan ekonomi makro (moneter dan fiskal) di tingkat global. Volatilitas pasar uang cenderung dihindari dan stabilitas pasar uang sangat diharapkan bisa terjadi dan dalam kurun yang panjang.

Pertemuan G20 di St Petersburg, Rusia, kelompok negara Brics, yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berkomitmen bersama membuat pool cadangan mata uang senilai USD 100 miliar, di atas cadangan devisa Indonesia saat ini sebesar USD 93 miliar.

Angka sebesar USD 100 miliar tersebut masing-masing disumbang China USD 41 miliar, Russia USD 18 miliar, India USD 18 miliar, Brasil USD 18 miliar dan Afrika Selatan USD 5 miliar. Pool cadangan mata uang tersebut dimaksudkan untuk melindungi pasar uang dari gejolak. Kita tidak mendengar kabar apakah Indonesia di Masyarakat Ekonomi Asean akan mengambil inisiasi serupa seperti yang dilakukan oleh Brics, kita tunggu saja posisinya.

Barangkali sebaiknya juga harus melakukan hal yang sama demi melindungi mata uang di lingkungan Asean dari pengaruh gejolak di pasar uangnya. Kalangan politisi Senayan, khususnya yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz mengusulkan agar UU No 24 tahun 2009 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar harus direvisi karena dinilai sangat liberal.

Logikannya bisa diterima karena dengan adanya UU itu, valuta asing bebas keluar masuk tanpa batas. Begitu terjadi guncangan di pasar uang, likuiditas mata uang asing, dolar AS khususnya langsung mengering dan akibatnya ekonomi kita linglung dibuatnya. Dari berbagai upaya tadi kesimpulannya adalah bahwa tanpa kecuali hampir semua negara di dunia, baik di negara maju maupun di negara emerging economy menghendaki pasar uangnya stabil.

Namun patut dicatat bahwa praktek yang terjadi di pasar uang tidak selamanya tunduk pada etika bisnis yang sehat. Yang terjadi adalah praktek casino capitalism. Pasar uang dijadikan semacam media”perjudian” karena banyak pelaku pasar yang hoby melakukan spekulasi, hoby menggoreng-goreng dan melakukan aksi profit taking dan tega melakukan insider trading seperti sering terjadi di pasar modal.

Perputaran uangnyapun jumlahnya sangat besar sehingga kalau misalnya hal ini terjadi di Indonesia barangkali pihak otoritas moneternya tidak punya energi yang besar untuk menangkalnya. Cadangan devisanya tidak mungkin digunakan seluruhnya untuk menangkal nilai tukar mata uangnya yang volatilitasnya terus bergejolak.

Pelaku pasar yang tak beretika ini sebagai bagian dari para pelaku casino capitalism yang harusnya diberantas. Apapun alasannya, pasar keuangan sudah menjadi sebuah keniscayaan, namun bergeraknya sudah keterlaluan menuju ke arah yang tak bermoral karena potensial dapat membangkrutkan sebuah negara.

Dapat dicatat bahwa hampir pasti uang hasil korupsi dan pencucian uang banyak yang diputar di pasar uang. baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Semoga saja PPATK bisa melacaknya. Sudah terlalu keenakan para pelaku di pasar uang. Invisible hand-nya hanya pegang remote control, para fund manajernya yang ditugaskan di front untuk menjadi pemainnya di berbagai negara emerging economy.

Singkat kata, stabilitas nilai tukar mata uang menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi suatu negara. Membangun sistem mitigasi resiko moneter dan fiskal di satu negara maupun di sejumlah kelompok negara seperti di Asean, di lingkungan Brics tetap penting dan sangat dibutuhkan untuk melindungi mata uangnya dari gejolak pasar.

Dan Indonesia sebaiknya tidak perlu menjadi good boy. Semua regulasi nasionalnya yang dinilai sangat liberal harus ditinjau kembali termasuk mengkaji kembali atas UU nomor 24 tahun 2009 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. Ini sangat fondamental dan rakyat pasti mendukung karena bangsa ini tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam praktek casino capitalism yang mudaratnya jauh lebih banyak daripada manfaatnya bagi pembangunan peradaban. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS