Site icon TubasMedia.com

Tumpang Tindih

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

OVERLAPPING bahasa dari sononya. Salahkan dia kalau ada sebuah kegiatan dinyatakan tumpang tindih? Atau secara awam kita sering mendengar pernyataan bahwa kebijakan pemerintah selalu tumpang tindih satu sama lain sehingga dianggap menghambat atau sering disebut sebagai tidak menimbulkan kepastian hukum.

Pandangan penulis, tumpang tindih atau dalam bahasa inggris disebut overlapping adalah sebuah istilah yang tidak salah atau patut dipersalahkan. Mengapa? Ini sangat tergantung konteksnya. Sebagai ilustrasi dapat diberikan penjelasan sebagai gambaran, yaitu saat tukang memasang genteng di atap rumah kita posisi dan penataan genteng tersebut selalu dilakukan secara tumpang tindih (overlap) bukan? Tumpang tindih-kan bentuknya.

Ketika posisinya seperti itu, maka ada dua kondisi yang tercipta, yakni, pertama dengan mengatur penataan genteng di atap rumah kita secara bertumpang tindih satu sama lain, maka kita sebagai penghuni terlindungi dari panas dan hujan. Artinya dalam konteks seperti itu, tumpang tindih justru mendatangkan manfaat.

Kedua, menata genteng dengan pola tumpang tindih menghasilkan sebuah keindahan, kerapian yang memilki nilai estetika tentunya. Dilihat dan dipandang dari sudut pandang manapun yang nampak pasti keindahan dan bahkan ada unsur yang menggambarkan struktur kekuatan dan kekokohan dari rumah yang kita huni.

Di ilustrasi yang lain adalah pada kegiatan olahraga, misal sepakbola, bahwa mengoverlap adalah sebuah tindakan yang harus dilakukan. Seorang striker akan menjadi penyerang dan pencetak goal yang efektif dan efisien bila gerakannya dapat di overlap oleh gerakan para pemain digelandang tengahnya atau dioverlap oleh pemain kanan/kiri luarnya agar bisa mencetak goal ke gawang lawan.

Dengan contoh tadi, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang sering kita sebut tumpanng tindih atau overlaping tidak selamanya salah atau malah memang harus dilakukan dengan cara seperti itu.

Oleh sebab itu, rasanya persoalan penggunaan istilah tumpang tindih dalam ranah disiplin kebijakan publik dan pelayanan publik jangan-jangan memang tidak tepat kalau penggunaan istilah tumpang tindih dianggap sebagai biang kerok dari terjadinya hambatan birokrasi, sumbatan birokrasi, high cost economy dan segala bentuk yang menyebabkan terjadinya ketidak pastian.

Barangkali bukan istilah tumpang tindih yang patut digunakan, tapi ada istilah yang lebih tepat, yaitu seperti yang sudah kita kenali bersama, misalnya ketidak pastian terjadi karena tidak adanya sinkronisasi dan koordinasi dalam kebijakan publik yang dibuat dan dieksekusi dalam bentuk pelayanan publik sehingga menimbulkan berbagai bentuk hambatan dan sumbatan dalam sistem birokrasi.

Jadi bukan persoalan tumpang tindih sebagai isu sentralnya yang menyebabkan terjadinya ketidak pastian. Dalam konsep organisasi apapun, pendekatan yang bersifat menumpang tindihkan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dalam situasi dan kondisi tertentu memang diperlukan agar tercipta energi tambahan sehingga kerjasama yang harus dibangun dalam organisasi tersebut makin memiliki kekuatan dan daya manuver yang berakselerasi tinggi.

Pandangan ini ringan-ringan saja derajatnya karena hanya sekedar agar kita tidak terbiasa menggunakan peristilahan yang tidak tepat dalam konteks kebahasaan. Meskipun ringan karena hanya berkaitan dengan persoalan penggunaan peristilahan bahasa/kosa kata, tapi jangan sampai menjadi habis, karena kalau terbiasa membiarkan sesuatu yang dianggap tidak tepat atau bahkan keliru, sekecil apapun bentuknya akan berdampak tidak baik.

Dengan demikian maka ketika kita melihat dan membaca sebuah produk regulasi dan kemudian regulasi tersebut kita perbandingkan dengan regulasi yang lain sebenarnya yang sering kita jumpai antara lain adalah ketidak sinkronan atau bertentangan satu sama lain atau bahkan ketidak jelasan dan multi tafsir dari sebuah regulasi yang kita baca, terutama regulasi yang substansinya masih mempunyai kaitan satu sama lain.

Lepas dari itu semua sebagai satu kesimpulan umum yang dapat ditarik adalah bahwa sebagai publik berharap agar semua produk hukum di Indonesia agar ketika dibaca dan difahami oleh siapapun posisinya harus clear and clean, dalam artian tidak menimbulkan multi tafsir dan sejenisnya sehingga menyebabkan terjadinya kepastian hukum.***

Exit mobile version