Pengamat; Layanan Lapor Mas Wapres, Ngawur…..
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Layanan ‘Lapor Mas Wapres’ yang digagas Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka menuai komentar negatif. Salah satunya dari politikus Akbar Faizal. Ia menilai pos layanan yang dihadirkan Gibran bukan level kebijakan seorang wapres.
Dia menyangkan langkah yang diambil Gibran. Akbar menegaskan, seharusnya putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bisa merubah pola pikirnya.
“Saudara Gibran membuka pos pengaduan di kantor wapres itu gaya wali kota atau bupati yang tidak percaya anak buahnya. Karena Anda sudah dilantik sebagai wakil presiden maka berpikirlah lebih besar dan bertindak lebih taktis,” ucapnya melalui akun X @akbarfaizal68, dikutip di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Ia menyarankan, Gibran memperkuat KPI (indeks pengukuran kinerja) di setiap kementerian dan lembaga, agar bisa ditekan untuk menindaklanjuti persoalan di lapangan. Akbar menyebut, kebijakan populis seperti ini tidak akan menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya.
“Enggak lucu kan kalau setengah rakyat Indonesia datang mengadu? Saya enggak tahu apakah Anda sadari rakyat penuh dengan masalah saat ini dan butuh pertolongan negara. Terutama soal keadilan hukum dan ekonomi,” tulisnya lagi.
Batalkan Layanan Itu
Secara terpisah, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyarankan Gibran membatalkan layanan ini. Menurutnya, layanan pengaduan yang dilakukan di tingkat Wapres merupakan sesuatu yang tidak perlu diadakan, lantaran ada potensi tumpang tindih tupoksi dengan lembaga dan kementerian lain hingga proses birokrasi yang panjang. Selain itu, proses transparansi sering kali sulit dilakukan dalam proses layanan pengaduan.
“Bisa tumpang tindih, terus apakah ada laporan ke publik, berapa yang masuk, berapa yang bermasalah, berapa yang selesai, kalau nggak selesai gimana? Itu mesti dijelasin ke publik. Kalau dipegang Setwapres nanti rangkaiannya panjang. Laporan mesti ke siapa? Memang bisa panggil menteri?” tutur dia di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Agus mengatakan, layanan serupa sebenarnya sudah pernah dijalankan oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP) akan tetapi tak berjalan baik, hanya sebagai wadah aduan, eksekusi tetap di kementerian.
“Percuma sajalah, coba kita lihat nanti. Yang di KSP saja dulu tidak jalan karena harus dilempar ke kementerian lagi,” ujarnya.
Ketimbang pencitraan, sebaiknya pemerintah memperkuat layanan aduan di masing-masing kementerian. Sebab, aduan dari masyarakat tentu akan bersifat teknis, yang seharusnya ditangani oleh kementerian atau lembaga terkait.
“Kementerian saja yang bikin layanan itu, apalagi jumlah menterinya sudah banyak begitu. Kasihan Sekretaris Wapresnya, memang Setwapresnya kerjanya enggak ada? Ngawur itu,” ucap dia. (sabar)