Tidak Ada Model Pembangunan Ekonomi yang Berlaku Universal

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

DEWASA ini semua negara di dunia telah terperangkap sendiri oleh doktrin ekonomi yang dianutnya, yaitu tunduk pada sistem ekonomi liberal dan pasar bebas (free trade/free market).

Sistem ini sengaja dipompakan para ahli ekonomi barat yang bercokol di IMF, World Bank dan di WTO yang dengan mati-matian meyakinkan kepada dunia bahwa sistem ekonomi liberal adalah model pendekatan pembangunan yang “universal” dan patut menjadi mainstream yang harus dianut dalam kebijakan ekonomi suatu negara.

Indonesia salah satu penganut faham ini hingga sekarang. Tapi hasilnya tidak selalu indah atau menyejukkan bagi keseluruhan rakyat. Jelang akhir tahun 2012, kita disuguhi sederet angka makro yang mengesankan. Tahun 2012 ekonomi diperkirakan tumbuh 6,2-6,3%. Tahun 2013 diproyeksikan akan tumbuh 6,8%.

Pertumbuhan, inflasi, kenaikan indeks harga saham, cadangan devisa dll, selalu menjadi pajangan di media yang menggambarkan capaian kinerja ekonomi nasional, yang serba makro enak dipandang.

Tapi di sisi mikronya, banyak hal yang patut diperhatikan terutama rendahya efisiensi, produktifitas dan daya saing karena kita masih menghadapi problem high cost. Ketimpangan sosial masih tetap lebar menganga dan konflik sosial terus terjadi di mana-mana. Ini artinya sistem ekonomi yang kita anut perlu dikoreksi. Yang baik menurut barat, belum tentu baik untuk negara kita.

Proses lahirnya bangsa-bangsa di dunia tidak ada yang sama dan semua mengakui fenomena itu. Tapi mengapa ketika tentang ekonomi dibicarakan, bangsa-bangsa di dunia dituntun oleh barat agar sistem ekonominya tunduk di bawah hukum pasar yang doktrinnya liberal. Karena barat beranggapan bahwa sistem ekonomi yang liberal adalah berlaku universal.

Kesejahteraan dan kemakmuran hanya akan terjadi bila liberalisasi ekonomi menjadi acuannya. Doktrin ekonomi yang lain dinilai tidak lebih baik dibandingkan dengan sistem liberal. Faktanya kita sekarang masih dalam perangkap sistem yang liberal. Apakah harus kita “gugat” dan kita cari sendiri model yang lebih cocok dengan kebutuhan kita sebagai bangsa yang berdaulat.

Mengapa tidak? Kita kan pernah memiliki konsep ekonomi Panca Sila. Doktrin ini rasanya yang pas dengan kebutuhan karena budaya dan sosiologi ekonominya akarnya ada di bumi pertiwi. Berwawasan imani, humanis, menghargai kebersamaan dan persatuan serta berkeadilan.

Kalau terjadi dispute, ada mekanismenya yaitu musyawarah untuk mencapai mufakat. Kita harus kembali ke sistem ekonomi Panca Sila sebagai model yang cocok dengan kultur Indonesia. Tujuan pembangunan ekonomi bukanlah pertumbuhan ekonomi semata, tapi peningkatan kesejahteraan manusia.

Ekonomi Panca Sila dapat menjawab kebutuhan tersebut karena secara filosofis, Panca Sila cocok dengan semangat itu. Amartya Sen, peraih nobel ekonomi 1998 mengatakan bahwa pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi manusia untuk mengembangkan sesuatu yang sesuai dengan pilihannya.

Pandangan ini mensiratkan bahwa membangun di bidang apa saja, tidak harus tunduk kepada kaidah-kaidah yang oleh orang lain dipandang baik untuk diikuti, tetapi menurut kita tidak cocok karena dipandang berlawanan dengan pandangan hidup yang dianut,atau karena sebab lain.

Yang universal itu hanyalah ciptaan Tuhan. Kalau ciptaan manusia tidak ada yang universal karena manusia selalu cenderung tidak berhasil membebaskan diri dari kepentingan. Memang sistem ekonomi liberal mampu membebaskan kepentingan ? Jawabnya tidak. Pasalnya, sistem ekonomi liberal lebih memberi manfaat kepada pemilik kapital dari pada memberi manfaat kepada masyarakat luas.

Buktinya, tidak pernah berhasil mengentaskan kemiskinan.Tidak pernah pula berhasil mengatasi masalah kesenjangan. Oleh sebab itu, lebih baik kita kembali ke sistem ekonomi Panca Sila, karena kita sudah tahu bahwa di dunia ini tidak ada model pembangunan ekonomi yang bersifat universal.

Yang penting, kita harus bersahabat dengan siapapun di antara manusia sejagad. Saling membantu dan saling bekerja sama. Pembangunan tidaklah hanya berbicara soal pertumbuhan, tetapi lebih luas dari itu yang bisa bersinggungan dengan soal kemanusiaan, keadilan, nilai sosial dan budaya serta masalah keramahan terhadap lingkungan. ***

CATEGORIES

COMMENTS