Tiada Hari Tanpa Rapat, Kapan Kerjanya ?
Oleh:Fauzi Aziz
JANGAN pernah malas berfikir dan bekerja jika kita sedang beraktifitas. Dan jangan pula pernah merasa bosan dan nervus manakala kita sedang diberi tanggungjawab. Indonesia adalah rumah gadang milik kita bersama sebagai bangsa. Rumah gadang ini hanya ada satu dan hanya satu- satunya yang kita miliki.
Rumah gadang ini sangat besar bangunannya dan kini mempunyai kamar besar sebanyak 34 dan kamar-kamar kecil sebanyak 514 dihuni oleh 250 juta penduduk. Presiden menyebutnya sebagai kapal besar dan ini yang sedang diurus sebagai kepala pemerintahan/kepala negara. Dari sekian juta penghuni, mereka semua berfikir dan beraktifitas dalam berbagai rumpun kehidupan.
Rambut sama-sama hitam, tetapi jalan pikirannya pasti berbeda-beda satu sama lain. Menyatukan pikiran perlu dilakukan, tetapi tidak mudah. Menyatukan derap langkah juga dibutuhkan agar kita sampai tujuan dengan selamat. Oleh sebab itu, Indonesia sangat membutuhkan sinkronisasi dan harmonisasi pikiran dan tindakan untuk mewujudkan cita-cita menjadi negara maju.
Sinkronisasi dan harmonisasi diperlukan karena Indonesia dituntut agar mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif bagi berbagai aktifitas yang memerlukan jaminan kepastian hukum. Cost doing business di Indonesia menjadi mahal karena persoalan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan regulasi.
Wait and see dalam pelaksanaan investasi juga terjadi akibat adanya ketidak sinkronan dan tidak adanya harmonisasi peraturan, sehingga mereka memilih menunda pelaksanaan proyek meskipun perizinannya sudah lengkap dimiliki. Mereka berpendapat bahwa yang terpenting adalah kepastian hukum, meskipun investor diiming-imingi berbagai fasilitas dan kemudahan.
Sinkronisasi dan harmonisasi sebenarnya bukan hal baru dan sudah lama dikeluhkan masyarakat, termasuk para pebisnis global. Apakah deregulasi bisa menjawab kebutuhan sinkronisasi dan harmonisasi aturan? Harusnya bisa. Tapi pada kenyataannya tidak selalu bisa menjawab kebutuhan tersebut karena deregulasinya hanya berfokus menjawab kebutuhan pelayanan cepat ketimbang menjawab kebutuhan akan pentingnya sinkronisasi dan harmonisasi.
Indikasi betapa sinkronisasi dan harmonisasi seperti benang kusut masih belum tertangani dengan baik adalah tingginya intensitas kegiatan rapat-rapat di berbagai kementrian/lembaga yang menimbulkan jok tiada hari tanpa rapat, kapan kerjanya.
Ini fakta dan beban masalah sinkronisasi dan harmonisasi sejatinya telah terjadi sejak tahap perencanaan sehingga wajar bila eksekusi dari sebuah rencana menjadi macet atau terhambat karena para pihak harus rapat dulu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi di seputar pelaksanaan proyek pembangunan.
Sistem dan prosedur selalu menjadi bahan perdebatan karena masing-masing kementrian/lembaga mempunyai sistem dan prosedur sendiri. Contoh paling kasat mata adalah bahwa Indonesia akan sulit menjadi negara yang mempunyai Agro Industri yang tangguh karena kebijakan/regulasi di sektor industri dan di sektor pertanian tidak pernah sinkron apalagi harmonis. Sehingga tidak perlu heran kalau Agro Industri nasional lahap menggunakan bahan baku impor. Padahal Indonesia menjadi negara yang kaya memiliki sumber daya hayati terbesar di dunia.
Media, pengamat dan pemerhati masalah Indonesia boleh gemas dan gregetan agar negeri ini bisa keluar dari masalah yang menghambat jalannya roda pembangunan. Tapi apa mau dikata pada kenyataannya masalah sinkronisasi dan harmonisasi tidak pernah beres. Buktinya cost doing bu siness tetap relatif tinggi dibandingkan negara lain.
Sampai presiden berulangkali harus mengadakan rapat-rapat koordinasi, ratas, rapim dan sebagainya, termasuk dengan para gubernur dan para bupati/walikota dan boleh jadi akan ada rapat antara presiden dengan para camat dan lurah. Terakhir dalam pembukaan konvensi Indonesia berkemajuan yang diadakan oleh Muhammadiyah di Yogja karta, Presiden mengatakan persatuan bangsa adalah modal memenangi kompetisi.
Persatuan bangsa antara lain bersinggungan pula dengan masalah pentingnya sinkronisasi dan harmonisasi dalam pikiran dan tindakan. Kalau memang benar Indonesia kini mempunyai sekitar 43.000 aturan, maka sebaiknya presiden segera menugaskan seluruh menteri menelaah kembali sesuai bidang yang terkait sektornya, baik secara langsung atau tidak langsung.
Dari situ fokus telaahan diarahkan untuk mencari masalah sinkronisasi dan harmonisasinya. Boleh jadi akan diketemukan sekian ribu aturan yang satu sama lain tidak sinkron dan tidak harmonis. Berdasarkan penalaran ini, penulis berpendapat sejatinya APBN tidak perlu sampai defisit jika persoalan sinkronisasi dan harmonisasi bisa dibereskan.
Sinkronisasi dan harmonisasi yang bisa ditukangi dan dimandori akan berakibat hutang negara tidak diperlukan karena APBN-nya tidak lagi mengalami defisit. Sebagai saran, tidak ada cara lain reformasi birokrasi dan reformasi kelembagaan dari pusat dan daerah tidak bisa ditunda. Kita percaya di republik ini hanya ada satu orang presiden sebagai kepala pemerintahan/kepala negara.
Tapi ternyata di republik ini banyak presiden- presiden kecil yang pikirannya tidak selalu sinkron dengan presiden sebagai kepala pemerintahan/kepala negara. (penulis adalah pemerhati masalah sosial dan ekonomi).