Terkait Penipuan Via SMS, Kalapas Tanjung Gusta Dipecat

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Sihabudin berjanji akan segera memecat Suwarso dari posisi Kalapas Tanjung Gusta karena diduga terlibat sindikat penipuan melalui short mesege sevice (SMS). ‘’Pastilah, pasti kita lakukan pemecatan. Saya mantan Kakanwil Kemenkumham Medan. Sudah banyak yang saya berhentikan saat menjabat di sana,’’tegas Dirjen Pas.

Sementara anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, meminta Kemenkumham mengevaluasi seluruh para Kalapas dan Kepala Rutan yang ada di seluruh Indonesia. Seperti diketahui, Polda Metro Jaya (PMJ) mengungkap kasus penipuan melalui pesan singkat SMS dan telepon yang mulai meresahkan masyarakat. Dari pengungkapan ini, diketahui otak pelakunya dikendalikan sindikat penipu yang merupakan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Agusta, Medan, Sumatera Utara. Para napi ini sudah lima tahun belakang menipu banyak orang dari balik sel menggunakan telepon seluler yang diselundupkan ke dalam Lapas.

Sebanyak enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrim Sus) Polda Metro Jaya. Mereka adalah AA alias Andin, IFR alias Ipan alias Bureng, PT alias Fredi, MS alias Tompul, Z alias Zul dan R alias Anto.

Menurut Kasubdit Cyber Crime, Ajun Komisaris Besar Hermawan, sindikat itu menggunakan banyak modus untuk menipu para korban. “Kelompok inilah yang menipu banyak melakukan SMS palsu, SMS minta pulsa, menelpon, dan menipu bilang kalau ada anggota keluarga yang sakit atau ditahan oleh anggota sehingga meminta dikirim uang,” katanya di Mapolda Metro Jaya, pekan silam.

Martin meyakini, aksi penipuan itu tidak mungkin bisa dilakukan tanpa kerjasama yang diberikan Kalapas melalui para petugasnya. “Bagaimana narapidana bisa memiliki HP, bagaimana mereka membeli pulsanya? Apalagi mengerjakannya juga bukan satu dua orang, tapi banyak porang dan itu dilakukan setiap hari. Mana mungkin itu tanpa diketahui para petugas, tidak masuk akal,” kata Martin.

Bagaimana sikap Patrialis ketika mengetahui bahwa aksi itu sudah lima tahun berjalan dan dikendalikan oleh sindikat dari balik Lapas? “Ya, kita kan tidak tahu kalau dia menjalankan penipuan. Iya kan?” kata Patrialis. Pasca penangkapan keenam napi, ini pengamanan Lapas langsung diperketat. “Akan sering dilakukan razia terhadap para napi serta pengunjung yang ingin besuk ,” kata Kalapas Klas I Medan, Suwarso kepada wartawan di Medan.

Dirinya sangat prihatin terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh anggotanya, karena masih menggunakan cara manual. “Gimana kita bisa melakukan pemeriksaan yang lebih ketat lagi karena pemeriksaan yang dilakukan masih cara manual, tapi kita harapkan kesadaran masyarakat agar menjaga dan tidak akan mengirimkan handphone kepada keluarganya di Lapas,” katanya.

Kini masih ada yang mengirimkan SMS “sok akrab” menyebut mama atau papa yang minta dikirimi pulsa, maka kini ada lagi SMS yang seolah-olah sudah akrab dan sudah ada kesepakatan sebemumnya yang minta dikirim uang atau ditransfer ke rekeningnya.

Si penipu dan penjahat ini berpura-pura kenal dan “sok akrab” pula minta kepada calon korbannya mentransfer uang.

Menjamurnya SMS yang menipu ini sebenarnya bisa dilacak karena mereka jelas-jelas mencantumkan nomor telepon dan juga nomor rekeningnya, sehingga polisi gampang menindaknya bekerjasama dengan pihak provider telepon seluler dan pihak bank.

Seharusnya aparat berwenang tegas dan jangan membiarkan cara-cara tak terpuji ini berkembang. Sebab jika aparat penegak hukum tidak menanggapi serius persoalan ini, maka trik kotor mencari uang haram berikutnya akan segera muncul dengan memanfaatkan kelengahan pengguna telepon seluler.

Kronologis Pengungkapan

Pengungkapan kasus ini diketahui setelah salah seorang korban, SK, melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada 5 September 2011 lalu. Dia merasa ditipu Rp126 juta oleh pelaku.

Peristiwa itu bermula pada 29 Agustus 2011, pukul 05.00 WIB korban mendapatkan telepon dari pelaku yang mengaku sebagai anak korban yang tengah ditahan di Kantor Polisi karena tersangkut masalah narkoba dan meminta sejumlah uang.

Pelaku lainnya bergantian berbicara dengan korban. Pelaku yang lain ini mengaku sebagai polisi yang menangkap anak korban. Karena merasa yakin, korban kemudian mentransfer sejumlah uang ke enam nomor rekening berbeda yang ditunjuk pelaku. Transfer dilakukan sebanyak 14 kali hingga mencapai Rp126 juta.

Setelah uang ditransfer, korban kemudian mendapat telepon dari anaknya yang mengatakan bahwa sang anak sejak pagi hingga siang hari sedang melaksanakan operasi di rumah sakit, sehingga tidak bisa mengangkat telepon.

Setelah korban mengadukan kasus ini, polisi kemudian menelusuri nomor dan rekening pelaku. Hasil penelusuran tersebut diketahui para pelaku adalah narapidana LP Tanjung Gusta yang masih menjalani masa tahanannya.

Dari keenam orang pelaku tadi memiliki peran berbeda yakni ada yang berperan sebagai anak, polisi dan pihak yang meminta uang serta yang mengarahkan nomor rekening yang dituju.

Para narapidana ini masih menjalani masa tahanan dalam kasus yang berbeda-beda seperti perampokan, pembunuhan dan narkoba dengan masa tahanan rata-rata mencapai 10 tahun penjara. (tim)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS