Tarif Trump Ganggu Aktivitas Manufaktur di Wilayah Asia
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Aktivitas manufaktur di sebagian besar wilayah Asia mengalami kontraksi pada April. Perusahaan-perusahaan menghadapi permintaan yang melemah dan menghentikan pesanan baru karena berlakunya tarif dasar 10% dari Presiden AS Donald Trump.
Survei yang diterbitkan S&P Global pada Jumat (2/5/2025) menunjukkan indeks manajer pembelian (PMI) untuk raksasa pabrik di kawasan ini, termasuk Korea Selatan dan Taiwan, tergelincir tajam bulan lalu karena ketidakpastian perdagangan global menyebabkan penurunan pesanan baru dan pengurangan dalam produksi.
Trade bellwether Taiwan mencatat PMI 47,8 pada April, terendah dalam 16 bulan terakhir dan tetap jauh di bawah garis 50 yang memisahkan ekspansi dan kontraksi. Bisnis baru turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu tahun, yang menyebabkan produksi dan pembelian menjadi lebih rendah.
Perusahaan-perusahaan membukukan permintaan yang lebih lemah di dalam negeri dan di pasar-pasar ekspor utama di Asia dan Eropa, di mana beberapa di antaranya mengaitkannya dengan kenaikan tarif Trump.
“Dampak tarif AS dan ekspektasi pertumbuhan global yang melambat juga mengurangi proyeksi untuk tahun depan,” kata Annabel Fiddes dari S&P Global Market Intelligence dalam pernyataan tentang data Taiwan.
“Perusahaan-perusahaan umumnya mengantisipasi penurunan produksi selama 12 bulan ke depan, dengan tingkat pesimisme yang paling menonjol sejak Januari 2023.”
PMI Korea Selatan turun menjadi 47,5, angka terlemah sejak September 2022. Perusahaan memilih untuk melakukan penghematan karena produksi menyusut pada April dan prospek untuk tahun mendatang berubah menjadi negatif.
Menyusut
Di Asia Tenggara, aktivitas pabrik juga menyusut di Thailand, Malaysia dan Indonesia. Filipina merupakan negara yang paling menonjol pada April lantaran Pemilu setempat yang akan datang mendukung PMI-nya ke zona ekspansi di 53, dari 49,4 pada bulan sebelumnya.
Data terbaru menunjukkan besarnya dampak setelah Trump memberlakukan bea masuk AS yang paling tinggi dalam lebih dari seabad, termasuk tarif 145% pada banyak produk dari China; tarif 25% pada sebagian besar impor dari Kanada dan Meksiko; pungutan pada beberapa sektor seperti baja dan aluminium; dan tarif dasar 10% pada seluruh mitra dagang AS.
Presiden AS menangguhkan tarif yang lebih tinggi dan disesuaikan pada sebagian besar negara selama 90 hari. Sejak itu, ada banyak negosiasi karena para pejabat secara global berusaha menghindari tarif tersebut.
Negara -negara Asia akan menjadi yang paling terpukul dalam perang dagang karena banyak negara, seperti Vietnam dan Kamboja, sangat bergantung pada ekspor ke AS.
Kawasan ini juga telah meningkatkan pengiriman ke AS sejak pandemi dan sengketa perdagangan pada masa jabatan pertama Trump. Perusahaan-perusahaan telah berusaha mendiversifikasi rantai pasokan untuk menghindari pungutan dan ketidakpastian yang makin tinggi terkait dengan China.(sabar)