Tahun Baru yang Konsumtif

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

SETIAP pergantian tahun, manusia sejagad menyebutnya tahun baru atau new year dalam Bahasa Inggris. Semua bersuka cita menyambut datangnya tahun baru. Sangat konsumtif, baik si kaya maupun si miskin. Bank Indonesia menyampaikan data, tanggal 1-26 Desember 2012, perputaran uang mencapai Rp 49 triliun lebih.

Celengan dipecahin untuk sekedar bertahun baru, hutang sana hutang sini bilamana perlu hanya sekedar untuk bisa merayakan tahun baru. Bangsa kita nampaknya telah menjadi bangsa yang konsumtif, belum berhasil menjadi bangsa yang produktif.

Buktinya pengeluaran belanja konsumsi rumah Indonesia mencapai hampir 60% dari nilai PDB. Menggunakan pendapatannya per hari pada kisaran US$ 2-20 untuk membeli barang-barang yang bersifat konsumtif. Kebiasaan hidup yang konsumtif bisa berkorelasi dengan kerawanan ekonomi.

Kompas, 29 Desember 2012 mewartakan bahwa defisit transaksi berjalan pada triwulan-IV 2012 diperkirakan 2,3% dari PDB. Pada triwulan-III defisitnya 2,4% dari PDB atau mencapai US$ 7.688 juta.

Sejak merdeka hingga ini, kita belum bisa berhasil menjadi bangsa yang produktif. Kalau sudah berhasil, pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harusnya lebih banyak kontribusi belanja investasinya dalam PDB. Saat ini baru sekitar 30% dari total nilai PDB. Buktinya yang lain, pertumbuhan sektor tradable-nya sampai dengan triwulan III 2012 hanya sekitar 4%.

Sementara itu, sektor non tradable-nya tumbuh 7% lebih. Jadi sampai dengan akhir tahun 2012, sebagian besar masyarakat Indonesia adalah bangsa yang konsumtif. Sampai akhir tahun 2014 (2 x tahun baru, yakni 2013 dan 214), pertumbuhan ekonomi Indonesia struktur PDB-nya tidak akan mengalami perubahan yang berarti.

Artinya, pertumbuhan sektor non tradable akan tetap lebih tinggi dari pertumbuhan sektor tradable. Sumbangan pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi penghela utama. Stabilitas ekonomi makro yang diciptakan belum sepenuhnya berhasil menggerek atau mengakselerasi pertumbuhan sektor tradable agar bisa mengejar ketertinggalannya terhadap sektor non tradable.

Industri manufaktur di dalam negeri belum bisa keluar dari masalah pokoknya, yaitu ketergantungan terhadap barang modal dan bahan baku/penolong asal impor. Andaikan ke depannya bisa tumbuh di atas 7 persen lebih, secara linier akan diikuti oleh naiknya pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku/penolong.

Dengan demikian berarti secara struktural, pertumbuhan industri akan sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Di level makro akan menimbullkan tekanan nilai tukar rupiah. Tahun 2012 biarlah berlalu, tahun 2013 kita hanya bisa berharap tidak ada kegaduhan politik dan kegaduhan sosial.

Tahun 2014,kita berharap akan mendapatkan pemimpin nasional baru yang akan mampu mengubah kehidupan bangsa ini dari bangsa yang konsumtif menjadi bangsa yang produkif agar pertumbuhan ekonomi menjadi berstruktur kuat dan tidak kropos, tidak boros dan bisa melepaskan ketergantungan dari impor secara bertahap. Inilah resolusi atas nama bangsa untuk memasuki tahun 2013. Tuhan selalu bersama kita dalam keadaan suka dan duka. ***

CATEGORIES