Siapa Pembunuh Munir ? Beranikah Jokowi Membersihkan Lingkungannya dari Orang-orang yang Diduga Terlibat Pelanggaran HAM Masa Lalu ?
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Hari ini, 12 tahun yang lalu, aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib dibunuh. Pembunuhan Munir dilakukan dengan cara memasukkan racun ke dalam makanan atau minumannya, saat penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam dengan pesawat Garuda Indonesia GA 974 pada 7 September 2004.
Namun, hingga saat ini dalang pembunuhan Munir masih belum terungkap. Publik tidak pernah mengetahui secara pasti siapa yang menjadi aktor intelektualnya dan kenapa Munir dibunuh.
Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto mengatakan, Presiden Joko Widodo memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM), termasuk kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
“Secara moral politik, Jokowi punya beban karena kasus pembunuhan Munir terjadi saat presidennya Megawati dan PDI-P menjadi partai yang berkuasa saat itu,” ujar Ardi saat ditemui di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2016).
Seharusnya, kata Ardi, jika Jokowi benar-benar ingin bebas dari beban masa lalu, maka dia harus berani membersihkan lingkungan di sekelilingnya dari orang-orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Ardi, saat masa kampanye pilpres, Jokowi pernah berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM jika terpilih menjadi presiden.
Jokowi pun menyebut kasus pembunuhan Munir dan hilangnya seniman Wiji Thukul yang akan menjadi perhatiannya. Secara ekspisit kedua kasus tersebut tercantun dalam Nawacita.
“Jangan sampai masyarakat menganggap itu hanya janji kosong dan anggapan Presiden dikendalikan oleh orang di sekelilingnya yang memiliki catatan buruk soal HAM,” kata Ardi.
Setelah berjalan selama 12 tahun, saat ini Ardi menilai proses pengungkapan aktor intelektual pembunuh Munir hanya bisa mengandalkan keberanian dan kemauan politik Presiden.
Menurut dia, aparat penegak hukum tidak lagi bisa diandalkan untuk mengusut kasus tersebut. Sebab, beberapa persidangan yang pernah digelar dan menyeret beberapa petinggi Badan Intelijen Negara, menyisakan sejumlah kejanggalan.
Artinya, kasus Munir hanya bisa terungkap melalui campur tangan Presiden.
“Saat ini kami hanya bisa mengandalkan keberanian dan kemauan politik Presiden. Kalau Jokowi ingin membuktikan komitmennya maka dia harus mampu keluar dari tekanan politik orang-orang di sekitarnya,” ucapnya.
Ditemui secara terpisah, Direktur Imparsial Al Araf mendesak agar Presiden Joko Widodo membuka hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir dan menindaklanjuti hasil penyelidikan tersebut.
Hasil penyelidikan TPF, kata Araf, sejatinya bisa menjadi awal untuk membuka kembali dan mengungkap dalang pembunuh Munir.
Araf menuturkan, hasil temuan itu sangat penting karena mengindikasikan adanya sejumlah kejanggalan sekaligus dugaan kuat bahwa pembunuhan itu melibatkan pelaku intelektual dalam institusi intelijen negara.
“Kami mendesak Presiden Joko Widodo membuka hasil temuan TPF kasus Munir untuk menelusuri siapa aktor intelektual sebenarnya,” kata Araf.
Selain itu, Imparsial juga mendesak Presiden Jokowi membentuk tim independen baru dalam upaya mengusut secara tuntas kasus pembunuhan Munir.
“Di tengah dugaan adanya keterlibatan intelijen dan aparat penegak hukum tidak bisa dipercaya serta diandalkan, maka Presiden harus membentuk tim independen baru,” tuturnya. (red)