Shinta Kamdani Akui Industri Padat Karya Terpuruk

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kondisi industri yang menyerap banyak tenaga kerja atau yang dikenal dengan industri padat karya sedang bermasalah, mulai dari industri tekstil dan produk dari tekstil, minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), hingga tembakau.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani pun blak-blakan, pihaknya kini tengah berusaha keras menyuarakan kondisi terpuruk industri padat karya itu, sebab efeknya telah banyak dirasakan, seperti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Sekarang semua sebenarnya padat karya terimbas, makanya kenapa sekarang kita lebih banyak menyuarakan padat karya,” kata Shinta saat ditemui di Kantor DPP Apindo, Jakarta, dikutip Rabu (14/5/2025).

Jumlah PHK berdasarkan catatan Apindo pada periode 1 Januari 2025-10 Maret 2025 telah mencapai 114.675 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena PHK sebanyak 73.992 orang, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK karena PHK 40.683 orang.

Data PHK ini melanjutkan kondisi pada 2024 yang mencapai 411.481 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS TK sepanjang tahun lalu yang mencapai 257.471, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK sebesar 154.010 orang.

Shinta mengatakan, maraknya PHK ini membuat daya beli masyarakat kian melemah, tercermin dari terpuruknya kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 yang bahkan tak lagi mampu menyentuh level 5%, tepatnya hanya mampu tumbuh 4,87% secara tahunan atau year on year (yoy).

Faktor utama penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang porsinya mencapi 54,53%, yakni konsumsi rumah tangga bahkan hanya mampu tumbuh 4,89% yoy, menjadikan kondisi pertumbuhan konsumsi rumah tangga terendah dalam lima kuartal terakhir.

Semua Melemah

Lemahnya permintaan, karena daya beli masyarakat tengah terpuruk membuat industri padat karya pertumbuhannya ikut terpuruk. Mengutip catatan tim riset CNBC Indonesia, industri tekstil dan pakaian jadi hanya mampu tumbuh 4,64% pada kuartal I-2025, anjlok dari pertumbuhan kuartal IV-2024 yang masih mampu tumbuh 7,17%.

Lalu, industri pengolahan tembakau bahkan mengalami kontraksi, dengan kemerosotan kinerja pada kuartal I-2025 minus 3,77%. Melanjutkan kinerja tren pelemahan pada kuartal IV-2024 yang tumbuhnya hanya 1,89%. Industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki juga hanya tumbuh 6,95%, ambruk dari sebelumnya tumbuh 9,16%.

“Jadi semua industri padat karya, termasuk tekstil, garmen, sepatu, itu sedang kena semuanya, jadi ada dua, demand dan supply. Kalau dari demand kelihatan demand dalam negerinya anjlok, demand luar negerinya juga anjlok,” kata Shinta.

Sementara itu, industri CPO tengah menghadapi pelemahan harga dengan kontraksi mencapai minus 6,67% dibanding kuartal sebelumnya, sama seperti harga batubara yang minusnya sampai 21,28%. Salah satu penyebabnya ialah melemahnya permintaan di tingkat global maupun domestik.

Shinta mengatakan, lemahnya permintaan ini menjadi alasan terbesar perusahaan melakukan pengurangan karyawannya. Dari hasil survei Apindo pada 17-21 Maret 2025 terhadap lebih dari 350 perusahaan anggota, 69,4% mengatakan bahwa PHK dilakukan karena penurunan permintaan yang terus memburuk.(sabar)

 

CATEGORIES
TAGS