Pertumbuhan Konsumsi Domestik dan Nasionalisme Konsumen
Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz
UNTUK kesekian kali dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun 2012 tumbuh 6,2%, dari sisi penggunaan disumbang oleh pengeluaran belanja konsumsi domestik yang nilainya hampir mendekati 60% dari total nilai PDB. Ini adalah sebuah potensi belanja yang sangat menggiurkan bagi para produsen, para pedagang, termasuk importir dan bahkan para calon investor.
Magnitude-nya luar biasa dan hal ini selalu menjadi momentum bagi mereka untuk melakukan profit taking dan kapitalisasi modal dan keuntungan yang menjalankan bisnis di Indonesia. Negeri ini bisa dianggap sebagai surga mencari untung merebut pangsa pasar bisnis PDB.
Baru dari sisi belanja domestik saja, sudah membuat ngiler para pebisnis untuk melakukan aksi profit taking di negeri dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa dan pendapatan per kapita per tahunnya sudah mencapai US$ 3.500. Tahun 2013 diperkirakan mencapai US$ 5.000, dengan asumsi ekonomi tumbuh sekitar 6,5-6,8% dan dari sisi penggunaan, belanja konsumsi domestik nilainya masih berada pada kisaran 60% dari total nilai PDB, yang diperkirakan mencapai Rp 9.000 triliun lebih.
Kalau nasionalisme konsumen Indonesia sangat kuat, maka dampak pengeluaran konsumsi yang besar akan mendongkrak kinerja pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri dan masuknya investasi baru seperti yang dialami China ketika ekonominya booming dan tumbuh rata-rata 10% per tahun.
Tapi jika nasionalisme konsumen bangsa ini rapuh, tak peduli kemampuan yang dimiliki dan telah dikuasai oleh bangsanya sendiri di bidang industri dan lainnya, maka yang akan mmenikmati pengeluaran belanja konsumsi masyarakat Indonesia adalah para pedagang yang menjajagan barang impor dari yang branded sampai barang-barang KW.
Yang masuk secara legal sampai yang masuk secara ilegal. Fenomena ini yang menjadi titik api masalah yang dihadapi bangsa ini. Ekonominya tumbuh mengesankan tapi daya ungkitnya untuk memperkuat bangunan struktur industri nasional tidak terjadi serta merta dan cetiris paribus akibat tumbuhnya pengeluaran belanja masyarakat yang besar nilainya.
Nasionalisme konsumen yang rapuh patut “digugat” karena akan mendistorsi upaya bangsa ini membangun kemandirian ekonominya dan menodai upaya bangsa ini untuk meraih cita-citanya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat di bidang ekonomi.
Cinta tanah air oleh anak negeri menjadi ikut memudar dan dari sisi untuk membangun ekonomi negeri ini dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya nasional, juga akan mengalami gangguan dan hambatan. Padahal kalau nasionaisme konsumen bangsa ini kuat, kekuatannya itu dapat menjadi modalitas utama untuk membangun daya saing sumber daya ekonomi nasional dan daya saing industri nasional sebagai basis memenuhi kebutuhan pasar internasional.
Pertumbuhan ekonomi modern akan berkelanjutan tidak terjadi serta merta. Pertumbuhan yang berkelanjutan hanya akan terjadi bila ditopang oleh semangat nasionalisme bangsanya (Leach Greenfeld, guru besar Harvard, 2001). Semoga kita tidak menjadi bangsa yang merugi karena nasionalisme kita rapuh dan rasa cinta tanah airnya memudar.
Semoga bermanfaat sebagai bahan penyadaran kita bersama, para konsumen Indonesia dan negara pasti bangga karena para konsumen telah memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi. Menjadi lebih membanggakan bila kekuatan daya beli konsumen Indonesia digunakan untuk membeli produk dan jasa yang dihasilkan oleh para produsen nasional.
Selamat Hari Natal 25 Desember 2012 bagi yang merayakan dan Selamat Tahun Baru 2013 semoga semangat nasionalisme konsumen Indonesia bangkit dan menjadi tuan di negeri sendiri. ***