Pendulang Emas
Oleh : S.M. Darmastuti

Ilustrasi
PERNAH melihat bagaimana orang mencari emas di sungai? Saya pernah, dari televisi maupun melihat di lapangan. Para pendulang emas masuk sungai, mendulang pasir sungai, menyaring, mengubek-ubek, membuang pasir lembut yang tidak berguna untuk menemukan emas yang kemungkinan ada di antara kerikil yang tertahan di saringan. Demikian dilakukan berulang-ulang pada lokasi yang berbeda-beda di sungai yang sama. Seorang wanita tua pernah bercerita bahwa dia mendulang emas sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya. Tentu dia pernah mengaduk-aduk sungai yang tampak tidak berguna untuk menemukan barang berharga itu. Dia tentunya juga sudah melakukan ratusan ribu kali penyaringan pasir lembut.
Memang, ternyata dalam hidup selalu saja ada hal terbaik di antara ribuan bahkan ratusan ribu hal yang tampak sepele dan tidak berguna. Yang kita perlukan hanyalah ketelatenan dan keyakinan untuk menerima dan memilih. Benar, yang kita perlukan adalah memilih emas di antara kerikil yang tidak berguna.
Masalah hidup yang kita hadapi memang seperti pasir dan kerikil sungai, dan kita adalah pendulang yang saat ini sudah terlanjur basah. Ada pilihan: kita akan terus mendulang, mencari yang terbaik dan membuang kembali hal yang tidak berguna, ataukah kita akan diam terkungkung berbasah-basah di sungai tanpa peduli bahwa sesungguhnya di antara masalah yang tampak seperti sampah ternyata adalah butir-butir emas yang dapat kita nikmati.
Masalah yang datang pada kita memang tidak pernah selesai ketika kita tinggal lari atau kita diamkan. Oleh karena akan datang masalah baru ketika masalah lama tidak tuntas kita selesaikan.
Kita memang perlu belajar dari pengalaman orang. Ibu saya almarhum selalu berpesan, dan kepada saya dan kakak-kakak saya, apabila kita tidak pandai belajar dari pengalaman pahit orang, maka Tuhan akan memberi kita kesempatan untuk merasakan sendiri pengalaman itu. Pesan tersebut saya pegang, meskipun dalam perjalanan hidup kadang saya tidak peka belajar dari kegetiran hidup orang lain. Memang saya segera sadar dan bersyukur kepada Tuhan sehingga tidak pernah terlanjur jauh, tetapi terkena goda untuk mencari jalan pintas untuk mencari untung sempat saya alami juga.
Sebagai contoh, saya pernah tergoda untuk menginvestasikan dana dengan bunga tinggi, hal itu bukan sekali dua kali ditawarkan kepada saya. Tadinya saya tidak pernah tergoda, tetapi suatu ketika saya terpesona ikut-ikutan menginvestasikan uang saya pada usaha yang kelihatannya riel itu. Apa yang terjadi, uang saya dilarikan tanpa dapat dilacak kembali, oleh karena pengusaha yang menawarkan keuntungan itu menghilang ke luar negeri. Hukum tidak dapat memproses karena saya kalah dalam perjanjian awal. Apa boleh buat, saya merasakan menjadi korban investasi liar. Betapa bodohnya. Tayangan di televisi yang memberitakan penipuan semacam itu tidak dapat saya serap dengan baik. Nasehat ibu saya tidak saya laksanakan. Bagaimana pun, dari pengalaman jelek itu saya ingin mencari hikmah, mencari emas di antara kerikil yang harus saya buang.
Mencari rejeki halal memang ada aturannya. Saya jadi teringat apa yang dinasehatkan Mahatma Gandhi dalam “Tujuh Dosa Besar Manusia” yang salah satunya berbunyi: “Ketika manusia berbisnis tanpa moralitas yang benar (business without morality), saat itulah manusia yang bersangkutan menanam dosa yang akan dia tuai”. ***