Pemerintah Jokowi Dinilai Tak Bisa Hindari Bagi-Bagi Jabatan

Loading

index

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bali, Gede Pasek Suardika mengatakan dalam dunia politik terdapat matematika politik, hal itu merupakan warisan dari zaman dahulu yaitu praktik bagi-bagi jatah posisi kekuasaan. Sehingga praktik bagi-bagi jatah kekuasaan kemudian menjadi tidak sehat karena berlandaskan, demi mengamankan posisi kekuasaan.

“Dalam politik kita itu memang terkendala oleh matematika zaman dulu. Ini berdampak pada kebijakan berikutnya, yang jadi masalah adalah pembagian dalam matematika politik, sumber masalahnya salah membagi, lawan pun bisa dirangkul,” kata Pasek dialog bertajuk ‘Politik Etis Ala Jokowi: Ketika Relawan Kebagian Jatah’ Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (1/4/2015).

Menurutnya Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih mengikuti metode ilmu matematika itu. Lingkar kekuasaan Jokowi ring pertama dihuni para penasihatnya yang kemudian menjadi menteri berikutnya para tim sukses menjabat posisi-posisi strategis lainnya.

“Ketika jabatan, yang pertama kali diamankan adalah orang sekitarnya, yang pertama adalah kementerian dulu. Setelah itu, berlanjut ke dirjen-dirjen, irjen dan posisi strategis lainnya,” jelasnya.

Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD itu juga menyebutkan, sumber pendapatan terbesar ada dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga dalam lingkaran kekuasaan dalam menempatkan orang-orang di dalam BUMN adalah sosok yang sangat dipercaya. Hal ini bertolak belakang dengan profesionalisme, yang seharusnya menempatkan orang sesuai dengan keahliaannya.

“Sehingga, dicari orang-orang yang sekiranya, pertama diyakini loyalitasnya bagus untuk kekuasaan. Dalam sisi profesionalisme, kadang jadi pertanyaan ahli pertanian ditempatka di keuangan dan lain-lain,” ungkapnya.

Kendati demikian Pasek melihat tidak sedikit tim sukses yang kecawa lantaran tidak mendapat jatah posisi. Dalam hal bagi-bagi jatah kekuasaan, Senator asal Bali ini menilai wajar dalam dunia politik, terlebih menempatkan orang kepercayaan dalam suatu bidang. Menurutnya yang tidak wajar adalah orang-orang yang dulunya bersebrangan dan kritis kemudian lembek setelah diberi jabatan.

“Wajar Jokowi tempatkan orang terpercaya, loyal dan kerjakeras. Sehingga kalau ada timses tidak puas, mungkin harus mengukur diri, jangan-jangan tidak sesuai. Yang tidak wajar, dulunya oposisi, kritis ketika dikasih jabatan langsung hilang kritisnya,”pungkasnya. (nisa)

CATEGORIES
TAGS