Mengapa Presiden SBY “Bermurah Hati” Pada Corby..?

Loading

Oleh: Marto Tobing

ilustrasi

ilustrasi

MENGAPA Presiden SBY “bermurah hati” pada Corby..? Pertanyaan sinisme ini wajar saja jika itu terlontar dari mulut masyarakat, khususnya di kalangan warga yang menjadi korban ketergantungan narkotika. Soal mengapa, tentu saja hanya Presiden SBY yang tahu, setelah kemungkinan mendapat masukan dari orang-orang di lingkaran sekitar istana, perlu tidaknya Corby diberi grasi.

Sebab semua orang paham kalau masalah narkotika sudah pasti masuk kategori kejahatan extraordinary crime (kejahatan sangat luar biasa) yang bersifat trans nasional, termasuk korupsi dan terorisme sehingga konsentrasi kebijakan penanggulangan dan implementasinya dilakukan harus dengan sikap upaya bersama pada kebijakan nasional dan internasional dalam memerangi jaringan kejahatan narkotika.

Tentu tidak semudah memberi grasi dan remisi. Sebab ancaman bahaya karena peredaran narkotika di Indonesia telah merambah ke sasaran usia produktif terutama kalangan pemuda dan pelajar secara umum. Menakutkan, peredaran bius itu sudah merasupi generasi penerus bangsa remaja usia 10 tahun hingga ke tingkat usia produktif 59 tahun.

Seharusnya Presiden SBY akan lebih bijak sebelum memberi grasi pada Shapelle Leigh Corby (Corby) lihat dulu totalitas jumlah korban ketergantungan narkotika sudah berada pada puncak memprihatinkan karena mencapai 23.351.700.123,3 juta jiwa. Bahkan jumlah pemakai narkotika yang mengalami ketergantungan semakin rawan telah mencapai hampir setengah juta penduduk Indonesia.

Secara spesifik peredaran obat perusak syaraf otak ini didominasi oleh jenis heroin, putaw, psikotropika dan ganja. Peredarannya dilakukan dengan cara selundup melalui akses point di bandara, pelabuhan atau tempat tempat yang bersinggungan dengan kegiatan lintas dagang dan dunia hiburan secara internasional.

Salah satu contoh selundup narkotika jenis ganja yang akhir-akhir ini menjadi topik utama terheboh di berbagai media sosial, media cetak dan elektronik hingga ke manca negara khususnya media Australia menyangkut nama Corby, wanita asal Brisbane Australia.

Corby dibekuk begitu mendaratkan kakinya di bandara udara Ngurah Rai Bali dari Sidney Australia pada 8 Oktober 2005. Saat digeledah, dari tas Corby ditemukan 4,2 kilogram ganja kering. Sampai pada proses persidangan, oleh majelis hakim, wanita kelahiran 1977 itu akhirnya diganjar hukuman penjara selama 20 tahun.

Namun senada “berbelaskasih” Presiden SBY langsung saja memberi grasi lima tahun kepada Corby melalui Keputusan Presiden No.22/6 Tahun 2012. Pengurangan hukuman ini tentu saja menuai kontroversi sehingga dikritik bahkan dengan kecaman pedas disemburkan masyarakat.

Sebab selain Corby mendapat pengurangan hukuman 5 tahun penjara dari 20 tahun menjadi 15 tahun penjara, Corby juga berulang kali mendapatkan remisi sehingga hukuman semakin ringan menyusul pengurangan 25 bulan. Total hukuman yang seharusnya dijalani setelah mendapat grasi adalah menjadi 13 tahun lebih satu bulan penjara.

Namun sisa hukuman yang seharusnya dijanani Corby itu pun ternyata hanya sekedar hukuman di atas kertas. Ratu mariyuana ini pada hari Senin (10/2) lagi-lagi diberi hadiah berupa pembebasan bersyarat (PB) oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut Menkum-HAM Amir Syamsudin, Corby hanyalah satu dari 1291 narapidana yang memperoleh PB. PB itu tandas Amir senada membela diri, bukan suatu kemurahan hati atau kebijakan pemerintah melainkan hak yang diatur undang-undang yang harus diberikan sepanjang persyaratan hak itu terpenuhi.

Corby mendapat PB karena dianggap telah memenuhi persyaratan subtantif dan administratif. Acuan undang-undang itu memang dibenarkan. Tapi jika mengacu pada norma kepatutan dan rasa keadilan masyarakat yang menjadi korban narkotika maka denyut jantung Amir mungkin saja semakin bergetar.

Melihat perilaku Corby selepas menerima PB, sepertinya pemerintah ada baiknya bila segera mencabut status PBnya itu, bila tidak ingin terus dicemooh oleh publik yang semakin muak melihat tingkah narapidana narkotika tersebut. Sebab untuk merayakan PBnya itu, Corby berpesta ria di Villa Sentosa di kawasan Seminyak Bali dengan harga sewa Rp 9 juta per-hari.

Yang menjadi pertanyaan dari mana Corby bisa mendapatkan dana hanya buat bayar sewa resor semahal itu. Rasanya aparat bewenang saatnya mengusut siapa tahu dana yang disetorkan untuk membayar sewa resor mewah itu berasal dari bandar narkoba yang berada di belakang Corby sebagai pengendali? ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS