Masak Sih Daya Saing Indonesia Naik?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

OPO tumon, ya, apa daya saing Indonesia betul meningkat? World Economic Forum, dalam laporannya tentang peringkat daya saing global 2013-2014, menyatakan, antara lain, peringkat daya saing Indonesia berada pada urutan 38 dari 152 daftar negara yang paling bersaing di dunia. Tahun 2012-2013, katanya, berada pada urutan 50.

Alhamdulillah, puji Tuhan, semoga peringkat itu benar adanya dan tidak terjadi salah ketik.Tapi, di antara kita bebas menyampaikan pandangannya terhadap laporan WEF tersebut. Boleh percaya dan juga boleh tidak percaya. Mudah-mudahan pemerintah tidak canggung atau galau dengan laporan itu dan ikut ragu serta ikut mempertanyakan apa betul daya saing Indonesia meningkat.

Apa iya, neraca transaksi berjalannya saja defisit. Namun, percayalah seperti biasanya banyak media nasional akan memuat berita tentang naiknya peringkat daya saing Indonesia dengan beragam informasi. Posisi pemerintah pasti akan melakukan “klaim” bahwa naiknya peringkat daya saing itu benar. Posisi ini pasti akan banyak bumbu sedap dari sekitar pemberitaan ini, yang akan disampaikan pemerintah maupun publik. Raut wajah tim ekonomi kabinet pasti akan berbinar dan tidak akan kusut lagi setelah dalam beberapa minggu ini dirundung duka, karena nilai tukar rupiah merosot, inflasi melonjak dan neraca transaksi berjalan defisit.

Ada obat pelipur lara di kala duka, tapi sayang, paket kebijakan ekonomi belum terasakan menghilangkan rasa nyeri yang membuat ekonomi demam. Kebijakan harga kedelai tak kunjung selesai. Inflasi, nilai tukar yang merosot, dan neraca transaksi berjalan yang defisit, apakah hal itu bisa dianggap hasil dari daya saing yang meningkat. Mahasiswa fakultas ekonomi semester satu saja sudah bisa menjawab kalau pertanyaan itu diajukan kepadanya. Jawabnya pasti bahwa daya saing Indonesia masih perlu diperbaiki, karena banyak faktor yang berpengaruh.

Ongkos Logistik

Pemerintah sendiri juga memahami bahwa ekonomi Indonesia masih high cost. Ongkos logistik masih tinggi, mencapai 24% dari GDP atau sekitar 17 persen dari biaya produksi. Bunga bank juga masih relatif tinggi antara 10-13 persen. Infrastruktur rata-rata buruk, pelayanan publik termasuk pelayanan di pelabuhan belum efisien dan KKN-nya menggurita.
Dari contoh-contoh itu saja, daya saing Indonesia masih banyak masalah.

Ekspor Indonesia juga berada pada kisaran antara 25-30 persen terhadap GDP. Bandingkan dengan Malaysia dan Thailand, sudah lebih dari 70 persen ekspornya terhadap GDP. Biarkan saja WEF, WTO, IMF, Bank Dunia, dan lembaga internasional sibuk membuat peringkat apa saja tentang ekonomi Indonesia. Faktanya, dilihat dari sudut pandang manapun di bidang ekonomi, negeri ini masih punya banyak “PR” untuk memperbaiki daya saing perekonomian dan memperkuat fondamental ekonomi makro dan mikro secara berkelanjutan.

Bangsa dan negara ini lebik baik fokus bekerja keras berbenah untuk membuat digdaya Indonesia di negerinya sendiri maupun dalam fora perdagangan dunia. Daya saing sangat dibutuhkan oleh negeri, tapi bukan sekadar untuk keperluan penyusunan peringkat. Daya saing yang diperlukan adalah sebuah kenyataan yang hidup di tengah-tengah kehidupan ekonomi di semua lini proses bisnis yang ujungnya bisa dibuktikan secara substansial hasilnya. Resultantenya, antara lain, neraca pembayaran selalu surplus, cadangan devisa berlimpah, nilai tukar rupiah stabil, inflasi rendah, suku bunga kompetitif, begitu pula ongkos logistik. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS