Site icon TubasMedia.com

Korupsi Bisa Berdampak Pada Keterpurukan Nilai Peradaban

Loading

Oleh: Marto Tobing

ilustrasi

ilustrasi

SELAMA empat tahun terhitung hingga 17 Desember 2011 Komisi Pemberantanas Korupsi (KPK) berhasil menyelamatkan Rp 152.957.821.529.733 triliun aset negara yang ”dirampok” para koruptor. Sedangkan pada hitungan dua tahun terakhir hingga 30 Desember 2013, KPK lagi-lagi telah menyumbangkan Rp 1,542 triliun ke kas negara juga dari hasil sitaan atas kejahatan serupa oleh para koruptor berikutnya.

Sebenarnya para koruptor itu sangat paham bahwa kejahatan korupsi masuk kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berdampak sangat merusak pada aspek kehidupan sosial, ekonomi bahkan bisa berdampak pada keterpurukan nilai peradaban manusia.

Dalam banyak literatur disebutkan bahwa korupsi juga mengakibatkan penurunan daya saing nasional, mengganggu pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan biaya sosial yang besar dan akhirnya pada pertambahan tingkat kemiskinan. Benar, saat ini secara umum masyarakat Indonesia telah menyadari bahwa korupsi adalah perbuatan jahat, karena itu korupsi harus dilenyapkan dari bumi pertiwi.

Sayangnya hingga kini Indonesia masih dianggap sebagai salah satu negara yang banyak korupsinya. Hal tersebut terlihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) yang dilansir hasil survei Transparency Internasional pada 2009 telah mencapai 2,8 dengan posisi ke-111 dari 180 negara.

Kendati terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya yakni 2,6 pada posisi ke-126 dari 180 negara, bila dibandingkan dengan negara-ngara tetangga, IPK kita masih berada di bawah mereka walau pun upaya penindakan yang dilakukan Indonesia lebih agresif dari pada yang dilakukan negara-negara tetangga tersebut. Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK sangat impresif dengan tingikat keberhasilan (conviction rate) 100 persen dari sekian banyak kasus besar yang telah ditangani, sementara di negara tetangga tidak menggembirakan.

Melihat kinerja KPK dalam beberapa tahun terakhir ini, memang menunjukkan capaian yang tidak mengecewakan. Dengan conviction rate yang 100 persen berarti semua kasus yang dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat dibuktikan mereka bersalah dan para terpidana itu dinyatakan sebagai koruptor. Dengan ratusan kasus besar yang ditangani KPK tentunya conviction rate 100 persen bukanlah hal yang mudah dicapai.

Sebagai perbandingan banyak negara di dunia memiliki tingkat conviction rate tidak lebih dari 20 persen meski jumlah kasus yang ditanganinya masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu jumlah uang dan aset negara yang berhasil dikembalikan KPK juga tidak mengecewakan selain telah disebutkan di atas juga ditambah lagi atas penyitaan susulan yakni, sekitar Rp 800 miliar dari upaya penindakan dan sekitar Rp 6 triliun dari upaya pencegahan.

Meski demikian kita menyadari bahwa pengembalian keuangan negara masih terlalu kecil dibanding tingkat kerusakan yang telah terjadi akibat korupsi. Sebab jumlah uang pengganti dan denda yang dibebankan kepada para koruptor hanya sebesar jumlah yang dapat dibuktikan di pengadilan.

Padahal penderitaan yang dialami oleh negara dan seluruh rakyat sangat luar biasa dan jauh lebih besar dari sekedar jumlah uang pengganti dan denda yang diputuskan oleh pengadilan tersebut. Suap yang diberikan para pengusaha untuk mendapatkan perizinan misalnya. Tentunya diharapkan oleh penyuap akan menghasilkan keuntungan (benefit) yang jauh lebih besar dari jumlah suap yang diberikan. Karena itu para penegak hukum perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal ini sebagai komitmen dan keberpihakan kepada masyarakat banyak yang telah menjadi korban tindak pidana korupsi.

Bisa dibayangkan jika secara ekonomi korupsi sebesar Rp 5 miliar yang dilakukan empat tahun silam, tentunya bernilai tidak sama bila dibandingkan Rp 5 miliar pada saat ini. Karena itu perlu dipikirkan dan dihitung berapa nilai sekarang atas kejahatan korupsi yang dilakukan beberapa tahun silam serta dampak kerusakan yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan alam seperti longsor dan banjir. ***

Exit mobile version