Komisi V DPR Kritisi Penghapusan Penerbangan Murah
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik kebijakan Menteri Perhubungan (Menhub) yang menghapuskan penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC). Pasalnya, standar keselamatan dan keamanan penerbangan harus dipenuhi oleh semua maskapai yang melakukan operasi di Indonesia, termasuk LCC. Tanpa itu, izin sebagai operator angkutan udara tidak bisa didapat.
“Maskapai harus memenuhi berbagai persyaratan tentang keselamatan dan keamanan terbang, termasuk membuat manajemen keselamatan penerbangan. Mereka juga harus patuh pada semua aturan yang berlaku. Tanpa itu, mereka tidak bisa dapat izin. Jika sudah dapat izin operasional, otomatis persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan itu sudah dipenuhi,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Menurut Yudi, berdasarkan pasal 126-127 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pengaturan tarif oleh Pemerintah hanya untuk tarif ekonomi dan non-ekonomi. Untuk tarif ekonomi, Pemerintah menetapkan batas atas tarif yang dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan. Sementara untuk batas bawah, tidak diatur dalam Undang-Undang (UU).
Guna meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan, langkah yang diambil Pemerintah seharusnya membenahi berbagai persoalan yang sebenarnya berawal dari ketidaktegasan regulator, termasuk memperketat pengawasan dan pengendalian penerbangan.
“Program keselamatan penerbangan sudah ada. Sistem manajemen keselamatan dan SOP (Standard Operating Procedure) penerbangan di setiap maskapai juga sudah ada. Sekarang tinggal bagaimana aturan itu dilaksanakan dengan baik. Itulah tugas yang mendesak dilakukan Kemenhub. Bukan menghapus LCC nya,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Politisi PKS itu, perbedaan LCC dengan maskapai yang memberlakukan full service hanya pada snack, fasilitas terminal di bandara, dan fasilitas di pesawat.
Umumnya, LCC tidak memberikan snack dan fasilitas lain selama perjalanan dan fasilitas terminal yang kurang nyaman. Sementara untuk maskapai yang memberikan full service seperti Garuda Indonesia, umumnya memberikan layanan yang lebih prima untuk kenyamanan penumpang, baik di terminal maupun di pesawat.
“Tarif di maskapai yang menerapkan LCC juga tidak semuanya murah karena mereka menerapkan subsidi silang. Hanya beberapa seat saja yang murah, sisanya sesuai aturan. Itu kan hanya trik bisnis untuk menarik konsumen. Nyatanya, susah juga mendapatkan tiket dengan tarif murah. Apalagi saat peak season, seperti libur bersama hari raya dan tahun baru,” pungkasnya.
Seperti diketahui hampir 60 persen maskapai yang melayani rute domestik di Indonesia merupakan LCC, termasuk AirAsia, Lion Air, Sriwijaya, dan Citilink. Sementara sisanya menerapakan sistem full service untuk penumpangnya. (nisa)