Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz
TAHUN 2012 dan memasuki tahun politik 2013, serta menjelang akhir masa tugas KIB jilid 2- 2014, judul opini yang sekaligus pertanyaan ini memang patut diungkap di depan publik. Silahkan berkontribusi dan silahkan ikuti kuis tersebut untuk menjawabnya berdasarkan logika masing-masing.
Mau memakai logika politik, ekonomi, sosial budaya, bebas saja. Demokratis. Pemandunya adalah, pertama, tahun 2012, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,23%, lebih rendah dari target 6,5%. Total output-nya Rp 8.241,9 triliun. Alhamdulillah meleset sedikit, namun tetap harus kita syukuri, meskipun belum tentu bisa kita nikmati bersama, karena para orang bijak mengatakan masih senjang.
Kedua, sektor produktifnya secara agregat kumulatif hanya tumbuh rata-rata 3,8%. Sektor jasanya (bersifat konsumtif) tumbuh 7% lebih. Pertumbuhan 6,23% tersebut 50% lebih adalah disumbang oleh pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga (dari yang kaya sampai yang miskin, meskipun rezekinya beda banyak).
Mangan ora mangan kumpul,mangan ora mangan asal “kece”, bisa main game, bisa beli HP, bisa beli jin belel impor bekas dan pegang kartu debet. Wow dahsyat. 3) Investasi sebagai sumber penambahan kapasitas produksi berkontribusi pada pertumbuhan sekitar 30% dari sisi penggunaan..
Makanya kemiskinan, pengangguran, kesenjangan antar wilayah, antar pendapatan masih menjadi tantangan. UU APBN 2013 ada catatan bahwa kemiskinan ditargetkan hanya 10,5-11,5% dari total penduduk. Pengangguran ditargetkan sekitar 6,0-6,4%. Per September 2012 jumlah kemiskinan 11,6%.
Ekspor-impor nyumbangnya sekitar 25-29% dari total PDB, tapi dalam neraca perdagangannya akhir-akhir ini suka defisit alias yang diimpor lebih besar dari yang diekspor. Dari ilustrasi itu, maka berarti, bangsa kita belum sukses menjadi negara produsen, malah bisa-bisa hanya menjadi bangsa konsumen.
Kalau dalam posisi half time dalam sebuah pertandingan sepakbola, posisi kita masih “kalah”, tapi ada potensi untuk bisa menang asal strategi dan kebijakan ekonominya diperbaiki. Arahnya agar kita benar-benar sukses menjadi bangsa produsen dan juga sebagai konsumen.
Strategi dan kebijakan ekonominya supaya membuat bangsa ini berdaya saing tinggi. Mampu memotivasi manusia Indonesia yang bertalenta dan berbakat menjadi wirausahawan mendapatkan tempat yang terhormat di negeri sendiri dan betah menjadi pekarya unggul sebagai para industriawan, petani modern yang maju dan menjadi bangsa bahari yang pantang takut melawan ombak.
China, India sudah bisa menjadi bangsa produsen dan sekaligus menjadi bangsa konsumen. China berhasil membuat produk apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia dan masyarakatnya sendiri. Investasi China menyumbang PDB sampai mencapai sekitar 60%, ekspornya juga di sekitar itu.
Cadangan devisanya sekitar US$ 3 triliun lebih, kita baru sekitar US$ 114 miliar. Tidak usah galau menghadapi segala macam bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Kita harus bisa menjadi bangsa produsen yang tangguh dan bersaing dan harus menjadi bangsa konsumen yang semangat nasionalisme konsumennya tinggi.
Syarat hanya satu, yakni kita harus mau berubah dan diubah. Dan yang bisa melakukannya hanya bangsa Indonesia sendiri. Jadi berdasarkan logika politik, logika ekonomi. logika sosial budaya dan logika demografi. kita punya modalitas menjadi bangsa yang digdaya, bermoral, bermartabat dan berperadaban. Jangan sampai menjadi sengkuni. ***