Kebijakan Pemerintah Ditunggu Dukung Industri Pertahanan

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

BERB INCANG - Mentan Menteri Perindustrian Ir Hartarto (kiri) berbincang dengan Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT), Budi Darmadi (tengah) dan Sekjen Kemenperin, Ashari Bukhari (kanan) sebelum seminar dimulai (tubasmedia.com/sabar hutasoit)

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Agar tidak semakin tertinggal di sektor industri pertahanan, Indonesia harus memanfaatkan segala potensi yang dimiliki yang juga didukung kebijakan nasional yang memerlukan tekad dan keterpaduan upaya dari semua pihak. Dan tidak kalah penting adalah kebijakan pemerintah.

Demikian mantan Menteri Perindustrian, Hartarto Sastrosoenarto, saat tampil sebagai pembicara kunci pada seminar industri pertahanan di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis. Seminar setengah hari yang menampilkan beberapa pembicara ini dibuka resmi oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat.

Hartarto menyebut langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan bangsa Indonesia dalam mengembangkan industry pertahanan adalah melalui sinergi berbagai lini terutama dalam hal riset dan pengembangan teknologi militer dan engineering untuk selanjutnya dapat diaplikasikan dalam sekktor industri.

Riset teknologi dan engineering katanya memegang peran yang sangat penting dalam usaha untuyk mengembangkan produk industri pertahanan agar dapat dihasilkan suatu produk alat utama sistem senjata (alutsista) yang handal, efektif dan efisien.

‘’Tanpa adanya riset, maka industri ini hanya akan berjalan di tempat tanpa mengalami perubahan yang signifikan,’’ tegasnya.

Seiring dengan kemajuan teknologi, selain sumber daya manusia (SDM) sebagai factor dominan dalam sautau sitem pertahanan, riset dan engineering dalam teknologi persenjataan menjadi faktor yang menentukan kewibawaan system pertahanan suatu Negara.

Beberapa hasil riset produk pertahanan telah dan akan dikembangkan oleh industri pertahanan dalam negeri, antara lain produk alutsista (kapal cepat rudal, kapal fregat, kapal siluman, roket, panser, pesawat tempur, senjata serbu dan lainnnya) dan produi non-alutsista (radar, alat komunikasi, tompi dan helm anti peluru, parasut untuk perorangan dan untuk pesawat serta pesawat drone).

Karena itu, aktivitas riset\dan engineering pada industri tersebut seperti PT PAL, PT Pelindo dan lainnya harus diberikan fiscal, apabila perlu dapat dibeli lisensi untuk kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut seperti dilakukan Korea dan China.

‘’Hasil-hasil riset tersebut tentu saja dapat dilakukan apabila ada koordiansi serta kerjasama yang memadai antarinstasi yang berwenang maupun pihak-pihak lain,’’ katanya.

Dalam kaitan ini sambung Hartarto, Kementeriahn Perindustrian, Kementerian Perahanan dan Kementerian Ristek, Kementerian BUMN, sektor swasta maupun sector-sektor terkait, perlu melakukan sinergi secara terpadu sehingga pengembangan sektor industry pertahanan dapat berjalan dengan baik.

Merujuk pada kenyataan tersebut, lanjutnya, Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang dengan segala keanekaragaman yang dimilikinya harus mampu memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya untuk bangkit dan mengejar ketertinggalannya dari negara lain.

Dan yang lebih penting lagi menurut Hartarto, adalah keberpihakan pada penggunaan produk dalam negeri merupakan salah satu strategi tepat yang dapat memberikan kesempatan dan akumulasi pengalaman kepada industri dalam negeri, khususnya bagi para pelaku industri di sektor pertahanan.

Tumbuhnya industri pertahanan menurut Hartarto tidak hanya membawa dampak langsung kepada pemenuhan kebutuhan alutsista dan pendukungnya saja. Namun akan menjadi pijakan bagi pengembangan industry nasional lainnya yang secara akumulatif akan meningkatkan kemampuan perekonomian bangsa dalam aspek perindustrian. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS