Kampanye Negatif Ancam Kinerja Ekspor Indonesia

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

SUASANA DISKUSI – Suasana pada diskusi 'Kebangkitan Industri Nasional vs Kampanye Negatif Asing' yang menghadirkan pembicara Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang P3DN Ferry Yahya dan Ketua Bidang HTI-Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Nana Supana serta Moderator Ribiani Fardaniah dari LKBN Antara di Jakarta 5 April 2013. (tubasmedia.com/sabar hutasoit)

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Kampanye negatif terhadap produk nasional seperti adanya isu pengrusakan hutan, isu kesehatan, isu pencemaran yang akhirnya membuat produk kita ditolak di negara tujuan, masih mengancam kinerja ekspor industri Indonesia ke luar negeri.

Hal itu diungkapkan Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Kementerian Perindustrian Ferry Yahya kepada pers di Jakarta, Jumat.

Dia mencontohkan produk minyak sawit Indonesia dianggap tidak ramah lingkungan karena proses pembuatannya menyebabkan degradasi hutan. Selain itu juga terdapat adanya pengaduan terkait adanya kontaminasi pada makanan. “Di Taiwan, mie instan kita pernah ditolak karena adanya perubahan emulsi,” katanya.

Kampanye negatif ini, dikatakannya, sering dimunculkan oleh pihak LSM maupun lembaga-lembaga internasional. Menurut dia, kondisi penolakan tersebut harus diantisipasi oleh pengusaha Indonesia dengan memahami aturan-aturan yang berlaku di negara tujuan.

Beberapa penolakan produk dari Indonesia di luar negeri diantaranya penolakan sebanyak 16 – 36 kali dalam kurun waktu 2009 – 2012 di Uni Eropa, sementara di Amerika Serikat terjadi penolakan sebanyak 20 kali pada 2012 karena terbentur aturan Food and Drug Administration (FDA).

Kampanye negatif terhadap produk industri nasional, menurut dia, menyebabkan tren penurunan dalam kinerja ekspor Indonesia ke beberapa negara yakni China, Korea Selatan, Jepang dan negara-negara ASEAN.

Sehingga menurut dia, untuk meningkatkan daya saing industri nasional, dibutuhkan keterlibatan banyak pihak untuk membenahi industri dalam negeri. “Loopholes ini harus kita tutup, harus ada kerja sama pemerintah, pelaku usaha dan LSM dalam hal ini,” katanya.

Dalam merespon kampanye negatif terhadap industri nasional diperlukan publikasi yang benar secara terus menerus melalui media. Selain itu juga dibutuhkan kerjasama antarpemerintah dan pemerintah dengan LSM.

Dia juga menambahkan strategi promosi juga berperan untuk mengedukasi konsumen mengenai kualitas produk nasional. “Misalnya melalui pameran. Di pameran itu harus dijelaskan kayu asal Indonesia yang telah memenuhi eco-labelling dan SVLK,” katanya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS