Jaksa Agung; Para Tersangka Kasus Pertamina, Nantinya Dituntut Hukuman Mati

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Jaksa Agung RI Burhanuddin menegaskan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018 – 2023, tidak ada intervensi pihak mana pun, melainkan murni penegakan hukum dalam rangka mendukung Asta Cita Pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.

Saat ini Penyidik fokus menyelesaikan perkara dan bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung kerugian keuangan negara yang rill dari tahun 2018 – 2023.

Jaksa Agung kemudian menyebut, tak menutup kemungkinan para sembilan tersangka nantinya dituntut hukuman mati. Mengingat tempus (waktu) dalam perkara ini yakni periode 2018 – 2023 dimana kala itu situasi darurat kesehatan Covid-19 melanda Indonesia.

Pemberatan hukuman bagi para koruptor yang melakukan tindak pidana saat Covid-19 tersebut terlampir dalam pasal 2 Undang-Undang Tipikor ayat (2).

Disebutkan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa.

“Apakah ada hal-hal yang memberatkan, seperti dalam situasi Covid-19. Mereka melakukan perbuatan itu. Tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat. Bahkan dalam kondisi demikian, bisa saja hukuman mati,” tutur Burhanuddin.

Kemudian, Jaksa Agung menyampaikan bahwa benar ada fakta hukum yang menyatakan PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian dan pembayaran terhadap BBM RON 92, namun yang diterima adalah RON 88 atau RON 90. Bahan Bakar RON 88 dan RON 90 itu dilakukan penyimpanan di Orbit Terminal Merak (OTM) kemudian dilakukan blending sebelum didistribusikan ke masyarakat.

“Perlu kami tegaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan tersangka dan ditahan. Tindakan itu tidak terkait dengan kebijakan resmi dari PT Pertamina (Persero),” terangnya.

Mereka diduga terlibat dalam pengoplosan (blending) Pertalite di depo/storage untuk diubah menjadi Pertamax RON 92, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun. (sabar)

CATEGORIES
TAGS