Infrastruktur Jelek, Ranking Indonesia Jeblok

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

MENTERI Keuangan Agus Martowardojo dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR Jakarta, Rabu silam berjanji bahwa pemerintah akan memfokuskan belanja modal dalam RAPBN 2012 di sektor infrastruktur untuk pembangunan dasar mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi.

Dalam RAPBN 2012, alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur direncanakan mencapai Rp 156,5 triliun dan akan digunakan antara lain untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur dasar di berbagai bidang.

Program tersebut meliputi penyelenggaraan jalan Rp 30,5 triliun, pembinaan dan pengembangan infrastruktur pemukiman Rp 12,4 triliun, pengelolaan sumber daya air Rp 16,3 triliun, pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut Rp 6,9 triliun dan program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian Rp 8,8 triliun.

Program tersebut patut kita beri apresiasi walau program ini sudah sangat terlambat. Pasalnya, persoalan infrastruktur di negeri ini sudah merupakan persoalan yang amat klise. Hampir setiap saat kita dengar keluhan pelaku bisnis soal infrastuktur yang amat menyedihkan kalau tidak senang disebut jelek.

Bahkan para menteri dari kementerian teknis pun, tak bosan-bosannya menyuarakan infrastruktur yang amat minim. Namun, suara itu hilang ditelan bumi karena tak pernah bersambut. “Itu bukan urusan kami lagi, kami bisanya hanya mengusulkan agar para pihak yang berkompeten meluangkan pikiran dan sumber daya lainnya untuk memperbaiki infrastruktur,” begitu selalu dikatakan Menteri Perindustrian MS Hidayat.

Dari hasil penelitian, para ahli juga menyatakan peringkat daya saing Indonesia di mata dunia bisnis turun dari ranking 44 ke 46 hanya disebabkan faktor infrastruktur jalan raya dan pelabuhan. Dan inilah penyumbang skor paling buruk. Padahal dua hal itu sangat menentukan efisiensi pengiriman barang.

Dari tahun lalu, kenaikan daya saing lebih dipicu oleh variabel stabilitas makro ekonomi. Sementara variabel-variabel kunci seperti faktor infrastruktur, birokrasi dan institusi tidak ada peningkatan yang berarti. Faktor infrastruktur menjadi penyebab turunnya indeks.

Mengutip pengamat ekonomi Destry Damayanti, penurunan indeks Indonesia bukan disebabkan dari aspek ekonomi makro, tapi murni dipicu faktor infrastruktur dan berbagai regulasi dari pemerintah menjadi penyebab penurunan daya saing.

Sepertinya, masalah infrastruktur di Indonesia bagaikan penyakit permanen yang sulit untuk disembuhkan. Khususnya kondisi jalan, amat memilukan. Rasanya petinggi negeri ini harus meluangkan waktu turun ke daerah-daerah di luar pulau Jawa untuk melihat langsung kondisi jalan raya yang tidak layak dilalui kendaraan.

Nah, jika para investor melihat keadaan ini, wajar kalau mereka mengurungkan niat untuk investasi di Indonesia. Sebab bagaimana mungkin mereka mau menginvestasikan uangnya di negeri yang tidak punya daya dukung infrastruktur. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS