Indonesia Kekurangan Garam Beryodium
Laporan: Redaksi

PANEN GARAM – Teknologi Mugar ini telah diterapkan oleh pegaram di Nagekeo, NTT dan Pulau Madura, Jawa Timur beberapa waktu silam. Diperkirakan Juni atau Juli 2012 panen garam sudah dapat dilakukan Sudarto (kiri) sedang memberikan penjelasan kepada para petani garam (tubas/istimewa)
NAGEKEO, (TubasMedia.Com) – Alih teknologi tepat guna memproses garam rakyat agar menghasilkan produk garam bahan baku dan garam beryodium yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), kini sedang diupayakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Proses optimalisasi produksi tersebut dilakukan melalui pembuatan garam NaCL dengan pelapisan media isolator pada meja kristalisasi.
Teknologi yang ditemukan inventor Dr Ir Sudarto MM, yang kemudian diberikan merek ‘Mutu Garam’ (Mugar) oleh pemiliknya, sejak tahun lalu telah diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan UU No 14 tahun 2001 tentang Peten.
Pengajuan paten diajukan oleh Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Kemenperin, pada 14 Desember 2011. Kemudian diterima oleh Direktorat Paten, Dirjen HKI, dengan nomor permohonan P00201100879, pada 16 Desember 2011.
Disamping itu, persyaratan formalitas juga telah dipenuhi berdasarkan surat Dirjen HKI Nomor HKI.3-HI.05.01.02.3741, pada 29 Desember 2011. Yang menyatakan soal sosialisasi paten proses pembuatan garam NaCL dengan pelapisan media isolator pada meja kristalisasi.
Sudarto, yang Kepala Subdit Kimia Hilir Lainnya, Direktorat Industri Kimia Hilir, Ditjen Basis Industri Manufaktur (BIM), Kemenperin, menjelaskan teknologi Mugar ini bertujuan untuk menghasilkan produksi garam bahan baku dan garam beryodium di sentra-sentra garam rakyat di wilayah Indonesia.
Mengambil lokasi penelitian di sentra garam rakyat Kebundadap Timur, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, baik pemilik lahan dan peneliti lapangan Satidjo serta penggarap Jurasmi dan Riyanto, mengaku puas terhadap hasil terapan teknologi Mugar tersebut.
Karena dengan media isolator tersebut dapat meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan kualitas garam dan menyeragamkan (homogen) mutu garam. Di sisi lain, dapat meningkatkan harga garam dan mensejahterakan para pegaram,” ungkap Sudarto, pekan lalu.
Dengan produksi garam beryodium dan memenuhi syarat SNI, tambahnya, pegaram juga dapat menghasilkan diversifikasi produk serta meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan. Sehingga, akan tercapai peningkatan cakupan konsumsi garam beryodium pada sentra-sentra garam rakyat di Jawa Timur (Jatim).
Sebab yang terjadi selama ini, sambung Sudarto, beberapa sentra garam rakyat di Jatim justru mengalami kekurangan kebutuhan konsumsi garam beryodium. Misalnya, di Sampang, Sumenep, Pamekasan dan Bangkalan.
Apalagi menurut data, Jatim masih mengalami kekurangan konsumsi garam beryodium hingga 72.011.589 per kg dari jumlah kebutuhan 131.168.650 kg, jika dibandingkan dengan delapan provinsi lainnya. Yaitu, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah dan Ptovinsi Sulawesi Selatan.
“Padahal, kebutuhan kualitas garam industri itu harus memiliki kadar NaCL 98% hingga 99%. Karena itu, pada sentra-sentra garam rakyat di wilayah Indonesia, teknologi Mugar seperti ini sangat diharapkan. Mengingat ke depannya, tingkat kebutuhan garam berkualitas untuk industri dan konsumsi akan semakin meningkat,” urai Sudarto, yang menyebutkan angka bahwa produksi garam nasional sekitar 70% dipasok dari garam rakyat dan 30% lagi dari PT Garam.
Apalagi, tambahnya, permasalahan konsumsi garam beryodium itu justru terjadi pada sentra-sentra garam rakyat, yang kualitasnya relatif rendah jika dibandingkan dengan sentra garam industri.
Sebab, dengan kurangnya konsumsi yodium pada pegaram dan masyarakat, akibatnya dapat membawa efek pada fisik seseorang. Seperti penyakit gondok, idiot, kerdil, IQ rendah dan kegagalan pada ibu hamil. (sabar)