Dilema dan Trade Off Melarang Ekspor Minerba

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

DEMI kepentingan nasional, Undang-undang no 4/2009 tentang mineral dan batubara (minerba) antara lain mengamanatkan, minerba dilarang diekspor dan per 12 Januari 2014 perusahaan pertambangan diwajibkan untuk mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri.

Dari sudut kepentingan nasional dan semangat konstitusi ekonomi, aturan tersebut sudah dianggap tepat. Namun dilihat dari sudut pandang yang bersifat realistik dan faktual untuk melaksanakan kebijakan tersebut akan banyak menghasilkan dilema dan trade off. Dilema dan trade off yang akan muncul pertama kali adalah bahwa Indonesia akan kehilangan devisa ekspor minerba sejak pelarangan ekspor diberlakukan.

Kita tahu bahwa Indonesia sangat membutuhkan cadangan devisa yang besar untuk menopang stabilitas perekonomian. Dilema dan trade off berikutnya adalah tidak semua perusahaan tambang siap menambah investasinya untuk membangun unit pengolahan dan pemurnian hasil tambangnya dengan berbagai-bagai alasan,sehingga mereka cenderrung meminta penundaan pelaksanaan aturan hilirisasi minerba.

Dilema dan trade off ini pasti mengganggu pikiran para pengambil kebijakan ekonomi di negeri ini. Mudah-mudahan posisinya tidak goyah karena tekanan berbagai pihak ,termasuk tekanan dari IMF dan Bank Dunia yang akhir-akhir gencar mencermati gerak langkah kebijakan ekonomi Indonesia yang mulai mengarah untuk melakukan hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah di dalam negeri.

Yang penting kita tidak terjebak dengan adanya dilema dan trade off larangan ekspor minerba, yang akhirnya dapat berujung bisa “melacurkan diri” dengan mengubah kebijakan yang sudah sangat tepat dirumuskan hanya demi penyelamatan kepentingan asing. Hal yang justru perlu secara konsisten dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah secara bersama-sama adalah menyiapkan seperangkat kebijakan dan progam nasional yang lebih komprehensif agar proses peningkatan nilai tambah di dalam negeri optimal.

Di awal mungkin negara akan “merugi” seperti yang disampaikan senior economist Bank Dunia Indonesia Daan Pattinasarany. Analisanya adalah jika larangan ekspor minerba dilakukan dan pabrik smelter beroperasi dengan utilisasi maksimal akan ada sumbangan defisit USD 9,9 miliar. Defisit ini terjadi akibat besarnya impor barang modal untuk pembangunan proyek-proyek smelter (Bisnis Indonesia,18 Desember 2013).

Dalam jangka pendek boleh jadi akan terjadi defisit, namun dalam jangka menengah panjang, posisi Indonesia akan diuntungkan karena satu hal strukur perekonomian dan struktur industri nasional akan semakin sehat dan kukuh, tetapi pada sisi yang lain devisa ekspor akan jauh lebih besar kita peroleh karena yang diekspor adalah produk yang bernilai tambah sehingga dalam jangka panjang hasilnya akan jauh lebih baik karena Indonesia akan semakin menarik minat investasi di bidang industri dan ekspor produk yang bernilai tambah tinggi.

Sekarang saatnya Indonesia harus bisa mewujudkan kedaulatan, kemandirian da ketahanan ekonomi dan industrinya melalui penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah di bidang pengolahan. minerba. Sumber daya nasional harus dimobilisir untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut tanpa harus terus bergantung pada asing.

Siapapun yang berusaha mengubah kebijakan pelarangan ekspor minerba hanya mengandalkan sikap pragmatisme patut “dicurigai” karena berarti mereka adalah menjadi muridnya yang baik IMF dan Bank Dunia dan abai menjalankan perintah konstusi ekonomi yang sudah kita sepakati bersama. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS