Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi
DALAM perekonomian, bila permintaan lebih besar dari penawaran, maka terjadilah kondisi yang defisit. Tapi bila sebaliknya, maka terjadilah kondisi surplus. Neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan juga bisa surplus maupun defisit. Demikian pula dalam perdagangan internasional antar negara, bisa pula terjadi kondisi yang sama. Sistem APBN juga demikian.
Secara umum dalam sistem perekonomian suatu negara, kondisi yang dikehendaki adalah terjadinya surplus dan sebisa mungkin menghindari defisit. Dalam kehidupan pada umumnya, setiap kita juga selalu menghendaki agar neraca kehidupan kita selalu surplus di sepanjang waktu. Dengan kondisi kehidupan yang selalu surplus, berarti menggambarkan kehidupan kita bisa dibilang sejahtera.
Tapi kalau kehidupan kita mengalami kondisi defisit, maka dapat dikatakan hidup kita menjadi rentan dan sulit untuk dapat dikategorikan bisa hidup sejahtera. Surplus dalam konteks ekonomi dan dalam konteks kehidupan pada umumnya, berarti potensi negara untuk menabung, berinvestasi dan melakukan perdagangan internasional dengan mengandalkan sumber dari dalam negeri menjadi sangat kuat.
Devisa yang diperolehnya menjadi memilki kekuatan sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan sekaligus bisa dilakukan penghematan devisa untuk membelanjai kebutuhan impor. Dalil yang seperti ini juga berlaku bagi kehidupan pada umumnya. Oleh karena itu, yang harus kita jadikan mainstream dalam mengelola sistem perekonomian dan sistem kehidupan menjadi tergadaikan kepada bangsa lain dan lama kelamaan kalau defisit itu terus terjadi dan untuk menutupnya dengan berhutang, maka aset yang kita agunkan akan menjadi milik bangsa lain.
Kita tidak rela dan tidak kita kehendaki situasi buruk ini terjadi. Rugi besar kita sebagai negara yang kaya raya kalau surplus harus menjadi unsur penyemangat dalam membangun ekonomi suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang digdaya di dunia. Sementara itu, devisit harus dapat kita ibaratkan sebagai wabah penyakit yang harus dapat diberantas karena dapat mengakibatkan sistem perekonomian dan kehidupan pada umumnya menjadi tidak sehat, lemah tak berdaya dan bahkan bisa menjadi papa.
Karena lemah dan papa, maka dikit-dikit kita meminta bantuan kiri kanan dan berhutang kemana mana dan akhirnya menjadi sangat bergantung pada pihak lain. Salah-salah karena hidup kita menjadi sangat bergantung pada pihak lain, dampak berikutnya adalah negeri ini pada umumnya adalah menghasilkan dan mengelola surplus, bukan menghasilkan dan mengelola defisit.
Menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama dalam membangun sistem perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial ke depannya adalah berorientasi kepada penciptaan surplus yang berkelanjutan terus menerus mengidap wabah defisit.
Sebagai negara besar dan bercita-cita ingin mensejahterakan dan memakmuran segenap warga negaranya, maka kebijakan ekonomi kita ke depan harus dilandasi dengan semangat membangun surplus. Segala sumber daya yang dimiliki dan dikuasai bangsa ini sebesar-besarnya dipergunakan untuk menghasilkan dan mengelola surplus bukan menghasilkan dan mengelola defisit.
Kalau yang dikelola defisit, berarti kita termasuk bangsa yang tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi atau berarti kita senang menjadi bangsa yang lemah dan papa. Krisis pangan dan energi harus kita jadikan cambuk dan spirit kebangsaan untuk membawa bangsa menghasilkan dan mengelola surplus yang merata dari Sabang sampai Papua.
Surplus intelektual dan cendekiawan muda yang bisa mendedikasikan kemampuannya untuk menghasilkan dan mengelola surplus di bidang keahliannya masing-masing. Yang lebih penting lagi terjadinya surplus manusia Indonesia yang bermoral, berbudi pekerti luhur, surplus orang-orang yang jujur, amanah, bermartabat dan beradab untuk menghasilkan dan mengelola surplus, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan bidang-bidang kehidupan lain.
Sudah waktunya negeri ini dipimpin dan dikelola para tokoh kreatif dan inovatif pencipta surplus, baik di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun di lingkungan masyarakat termasuk orpol dan ormasnya. Kebijakan negara di bidang moneter, fiskal dan regulasi dikembangkan dan didedikasikan untuk dapat memberikan stimulasi dalam pelipat gandaan nilai surplus.
Pola tindak dan pola pikir kita semua gelombangnya harus kita geser dan pindahkan dari gelombang yang menghasilkan frekuensi dan energi defisit ke gelombang yang menghasilkan frekuensi dan energi surplus. Disiplin, kerja keras, jujur, amanah, profesional kerjasama dan bekerja bersama adalah modalitas untuk membangun Indonesia yang surplus.
Keimanan dan ketaqwaan serta ibadah kita adalah juga merupakan faktor pengaya bagi terciptanya kehidupan yang menghasilkan surplus. Mari kita arahkan fokus pembanguan bangsa ini menjadi bangsa pencipta surplus. Kita siapkan RUU tentang Sistem Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial yang semangatnya dapat menjamin terciptanya surplus kehidupan bagi masyarakat, negara dan bangsa.***