Cinta Produk Lokal
Oleh: Enderson Tambunan

ilustrasi
KALANGAN produsen di dalam negeri sudah cukup lama mengeluhkan membanjirnya produk impor, terutama dari Tiongkok. Misalnya, barang-barang elektronik, mainan anak-anak, dan buah-buahan. Konsumen di dalam negeri tentu suka, karena berarti dapat membeli barang dengan harga yang lebih murah.
Memang kehadiran barang impor itu resmi, karena negara kita terikat dengan perjanjian, terutama dalam rangka kerja sama ASEAN dengan mitranya, seperti Tiongkok. Yang kemudian menjadi terasa pahit, karena kesepakatan perdagangan bebas itu sungguh-sungguh dimanfaatkan para investor di luar sana, dengan mengirimkan produknya ke Indonesia. Mencuat pula kesan, keringanan atau kemudahan yang diberikan pemerintah menambah derasnya arus impor.
Membanjirnya barang impor, pasti memukul produsen dalam negeri. Pada sisi lain, kita mati-matian mendorong tumbuhnya industry untuk menghela pertumbuhan perekonomian nasional. Selama ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berupaya keras mendatangkan investor. Hadirnya badan usaha, apalagi yang bersifat padat karya, akan menyerap banyak tenaga kerja. Nah, kalau kemudian ada di antaranya yang “lumpuh” didesak oleh barang impor, tentu pemerintah dan masyarakat juga yang menanggung derita.
Kecemasan akan barang impor cenderung mengental. Apalagi tak terlalu lama lagi, yakni akhir 2015, kita akan berhadapan dengan satu ASEAN, yakni pasar tunggal, seperti yang disepakati pada pertemuan puncak beberapa tahun lalu. Dengan berlakunya pasar tunggal, makin terbuka pula pasar untuk produk dan jasa dari negara-negara sesama ASEAN. Setelah itu, beberapa tahun lagi, kita harus siap pula menerima perdagangan bebas yang digulirkan oleh Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC.
Pertanyaannya, siapkah kita memasuki babak-baru baru itu? Apakah kita punya benteng pertahanan untuk menangkis serangan barang impor? Menoleh kebelakang, sesungguhnya sudah cukup lama kita menggelorakan slogan “Aku Cinta Produk Indonesia”. Dari sudut tataran lembaga, kita juga punya program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Elok nian cara itu. Tapi, bagaimana hasilnya. Apakah pernah dievaluasi?
Jujur, kita melihat masih banyak orang yang lebih memandang produk impor, entah itu karena harga lebih murah atau kualitas lebih bagus. Maka kita berharap segala upaya dilakukan untuk melindungi produk dalam negeri. Semua upaya, di antaranya, penerapan standar nasional Indonesia (SNI), preshipment inspection, dan sertifikasi untuk jasa, harus dilaksanakan secara maksimal.
Kita sudah punya undang-undang perindustrian yang baru, yang di antaranya, mewajibkan instansi pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri. Kita sarankan regulasi-regulasi itu ditegakkan. Kita juga berharap pemerintah lebih kreatif mendorong aparat dan masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. Tentu, diperlukan dukungan dari pemerintah, dengan memberikan kemudahan bagi pelaku industri, agar lebih mampu memproduksi barang berkualitas dengan harga murah. ***