Atasi Banjir, Jangan Terlalu Pentingkan Pertumbuhan Ekonomi
Laporan: Redaksi

Ilustrasi
JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Masih terjadinya banjir di Indonesia khususnya di DKI Jakarta, membuat resah masyarakat. Pemerintah dinilai hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata yang tidak membawa kesejahteraan masyarakat. Buat apa ekonomi bertumbuh kalau disana-sini banjir.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Megawati Institute, DR Arif Budimanta yang juga dosen Perencanaan Pembangunan di Pasca Sarjana UI ini di Jakarta, Rabu silam.
“Banjir, longsor, pencemaran lingkungan, masalah konflik sosial terkait sumber daya alam yang saat ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia harusnya menjadi refleksi bagi kita. Bahwa keagungan pembangunan nasional yang hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membawa kesejahteraan dan kebahagiaan yang berkelanjutan bagi masa depan kita,” kata Arif.
Arif mengungkapkan, ketika banjir datang, praktis aktivitas ekonomi terhambat dan berhenti. Justru nantinya, masyarakat sibuk melakukan rehabilitasi di kemudian.
“Itulah biaya yang harus kita keluarkan kemudian ketika kita membangun tidak memperhatikan persoalan kapasitas dan daya dukung lingkungan. Biaya itu disebut juga dengan eksternalitas,” ungkapnya.
Pemerintah sejak 2009 telah menjadikan aspek lingkungan (pro environment) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proses pembangunan yang berjargon ‘pro growth, pro job, pro poor’.
“Tetapi saya melihat itu tidak tergambarkan dalam implementasi kebijakan pembangunan baik itu yang ada di rencana kerja pemerintah ataupun APBN. APBN kita tidak bertransformasi menjadi green budgeting (APBN hijau) begitu juga asumsi pertumbuhan ekonomi tidak bertransformasi menjadi Green PDB (PDB Hijau). Semuanya masih model business as usual,” jelasnya
Arif mengatakan, pertumbuhan PDB yang tinggi diakibatkan oleh kerakusan dalam mengeruk SDA yang berlebihan tanpa mempertimbangkan lingkungan (meginternalisasi eksternalitas). Hal ini, menurutnya tidak akan bisa membawa masyarakat bahagia secara berkelanjutan.
“Sekarang adalah saat yang tepat untuk berbuat, dimulai dengan merubah kebijakan dengan mengimplemantasikan jargon pro environment menjadi karya nyata,” tutur Anggota Komisi XI DPR ini.
Jangan Kaya Dewa
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), sewaktu kampanye pilgub berjanji bakal segera menuntaskan persoalan akut warga Jakarta tersebut. Bahkan ketika dia terpilih, dia berkali-kali berjanji membereskan masalah banjir. Banyak ide yang dia lontarkan, termasuk pembangunan kolam penampungan air tiap kelurahan, hingga relokasi pemukiman warga di bantaran sungai.
“Tapi masalah banjir kan panjang, tak bisa sehari dua hari diselesaikan. Nanti itu kalau selesai semuanya, pengerukan kali-kali, sodetan, nanti baru kita bicarakan,” kata Jokowi akhir Oktober lalu.
Namun apa mau dikata. Kenyataan berkata lain. Intensitas hujan yang mengguyur menyebabkan Jakarta tenggelam. Tidak terhitung lagi jumlah warga yang mengungsi dan tempat tinggal yang terendam.
Jokowi tidak banyak berkutik menyelesaikan banjir dalam waktu singkat. Menurutnya, persoalan banjir tidak bisa selesai sekejab, butuh proses dan waktu lama untuk mengatasi. Padahal di sisi lain, warga Jakarta berharap penuh Jokowi bisa menyelesaikan persoalan banjir secepatnya.
“Itu perlu proses yang namanya banjir, macet. Jadi jangan mengharapkan kaya Dewa, tinggal membalikkan tangan lalu masalah selesai. Dewa saja belum bisa kok,” begitu pernah dikatakan Jokowi.
Di awal masa pemerintahan Jokowi sebagai gubernur, dia dihadapkan pada persoalan berat banjir. Mampukah mantan wali kota Solo yang hobi blusukan ini mengatasi banjir dengan cepat, tanpa mengorbankan aspirasi warga? (tim)