Laporan: Redaksi
JAKARTA, (Tubas) – Yap Thiam Hien, Pejuang Hak Asasi Manusia Sejati, turut membidani lahirnya Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan menetapkan misinya melayani segenap lapisan masyarakat, bukan hanya golongan mampu. Dengan motto “Melayani, bukan dilayani”, UKI hadir untuk menjadi terang dan harapan bagi berbagai lapisan masyarakat. Yap tetap teguh mempertahankan cita-cita dan misi yang telah digariskan itu.
Hal itu disampaikan Rektor UKI Ir Maruli Gultom sebagai keynote speaker dalam kuliah umum mengenang Yap Thiam Hien (Yap Thiam Hien Memorial Lecture) di ruang seminar Lantai 3 UKI, Jalan Sutoyo No 2 Cawang Jakarta Timur, Selasa (14/6/2011).
Kuliah umum yang diselenggarakan atas prakarsa UKI, Ukrida, PGI, Penabur dan STT Jakarta itu dihadiri sekitar 200 orang dari berbagai kalangan, antara lain mahasiswa, pengacara dan pakar hukum serta tokoh masyarakat, seperti SAE Nababan, Muchtar Pakpahan, dan kalangan lembaga masyarakat.
Kuliah umum itu bertemakan “Kiprah dan Pemikiran Yap Thiam Hien dalam Mewujudkan Masyarakat yang Berkeadilan”, dan menampilkan enam pembicara: Ir Maruli Gultom, Rektor UKI (sebagai pembicara kunci), Dr AA Yewangoe (Ketua PGI), Dr Albert Hasibuan, SH, Pdt Josef P Widiatmadja, Dr Todung Mulya Lubis, dan Prof Dr John Pieris, SH, MH. Kuliah umum yang terdiri dari dua sesi tersebut diselenggarakan untuk mengenang dan menggali kembali semangat, pemikiran serta kiprah Yap Thiam Hien.
Ir Maruli Gultom mengatakan, Yap Thiam Hien mengejutkannya sejak sang rektor ini masih mahasiswa di tahun 1977 karena Yap dari namanya saja sudah ketahuan dari keturunan etnik Tionghoa tapi ia bersikap plural dan melayani seluruh lapisan masyarakat seperti visi dan misi UKI yang turut didirikannya.
Maruli Gultom berkisah, ketika itu para mahasiswa UKI Salemba termasuk dirinya, berdemonstrasi memprotes karena UKI sudah makin jauh tertinggal dari universitas lain. Tembok-tembok kampus UKI di Jalan Diponegoro itu penuh dengan coretan protes, tuntutan, dan hujatan kepada Yayasan UKI.
Menjelang sore hari, Yap Thiam Hien mewakili Yayasan UKI datang ke kampus memenuhi tuntutan mahasiswa untuk berdialog. Semua uneg-uneg dan kekecewaan ditumpahkan kepada yayasan yang dinilai tidak becus. Kampus lain gedungnya sudah bertingkat dan menjulang ke angkasa sementara di UKI mahasiswa harus rebutan ruang kuliah.
Yap Thiam Hien berusaha menjelaskan tujuan dan cita-cita didirikannya UKI yang harus melayani semua lapisan masyarakat. Lalu Maruli Gultom mengulang kata-kata Yap yang masih terngiang di kupingnya, “Apabila kalian ingin memiliki gedung mewah dan tinggi, perlengkapan dan peralatan canggih, seperti halnya Trisakti dan lain-lain, besok itu bisa terjadi. Tapi kau yang anak petani dari Tarutung, kau yang anak nelayan dari Ambon, kau yang datang dari daerah gersang di NTT, kalian tidak ada di sini lagi. Kampus ini isinya hanya orang Cina. Terserah mana yang kalian mau. Silakan kalian pilih.” Mahasiswa terdiam. “Satu per satu mereka meninggalkan ruangan dengan pilu, termasuk saya,” kata Maruli Gultom.
Maruli Gultom juga masih ingat dengan baik ketika Februari 1978 baru keluar dari tahanan Laksus Kopkamtib di Bekasi yang dinamakan “Kampus Kuning”, dan bertemu dengan tokoh Yap Thiam Hien, sang pembela HAM sejati itu mengatakan, “Kalau kau tidak salah, lawan! Lawan terus!” Pada sisi lain, Yap menambahkan sebagai nasihat, “Karena itu jangan bikin salah. Ongkosnya mahal.” (apul)