Traning Center Pembentukan Kepribadian
Oleh: Fauzi Azis

TERUS menerus kita disuguhi peristiwa kekerasan. Mulai dari perkelahian pelajar/mahasiswa, tawuran antar warga, aksi terorisme sampai dengan perilaku korup dari oknum pejabat negara, oknum elit politik dan berbagai konflik sosial lainnya yang berbau sara. Kenapa semuanya itu terjadi?
Anda boleh sepakat dan boleh juga tidak bahwa peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang seperti itu adalah bentuk dari sebuah akibat perbuatan yang dilakukan oleh manusia sendiri. Akibat dari apa yang kemudian menyebabkan manusia menjadi terjebak, tersesat dan sekaligus terperangkap dalam perilaku menyimpang.
Boleh dibilang bentuk penyimpangannya sangat luar biasa sampai menjurus ke perilaku yang paling ekstrim, yaitu membunuh, bersikap radikal keras seperti yang dikerjakan para teroris. Kepribadian yang seperti itu jangan pernah dipandang dari sudut pandang yang sempit karena perilaku yang bersifat eksploitatif terhadap sesama manusia dan juga yang dilakukan oleh bangsa di belahan dunia manapun, boleh juga kita kategorikan sebagai perilaku yang menyimpang dan boleh jadi bisa kita klasifikasikan sebagai tindakan yang luar biasa.
Hegomoni adalah bentuk pemaksaan kehendak yang sangat arogan dan demi hegemoni juga, dia bisa bertindak sesukanya dan brutal. Pelanggaran HAM bisa dilakukannya atas nama hegomomi dan atas nama menjaga kedigdayaan sebuah bangsa. Yang seperti ini bisa saja diopinikan sebagai bentuk kepribadian bangsa yang tidak baik karena di kepribadian yang seperti itu tersembunyi peran ganda yang dimainkan.
Nilai kemunafikan juga terkemas di dalamnya. Lantas kepribadian itu sendiri sejatinya makhluk apa? Kok ketika keserakahan, kesombongan, kebohongan, kezaliman dan lain-lain berkembang biak dalam diri manusia, apakah secara pisik ada wujudnya atau tidak berujud sama sekali kendati dia hidup dalam jiwa raga setiap manusia?
Jawaban secara universal bisa dua-duanya karena kepribadian seseorang secara ekspresif bisa menampakkan diri, baik secara emosional, spiritual maupun secara pisik. Kayaknya tidak ada ukuran yang sama untuk mengetahui apakah seseorang itu memiliki kepribadian baik atau buruk.
Yang pasti dia adalah ciri yang bersifat pisik dan non pisik yang melekat pada setiap diri manusia dan hal itu berproses dan terbentuk sejak bayi dalam buaian kandungan ibu sampai ajal menjemputnya. Proses pembentukannya melalui berbagai penempaan agar kepribadian itu benar-benar terbentuk pada diri setiap manusia dan tertanam dengan kokoh dan kuatnya nyaris tanpa bisa diubah karena diharapkan di sepanjang hidup manusia, dari sejak lahir sampai mati, bisa selamat di dunia dan di akhirat kelak.
Jadi, kepribadian itu landasannya yang utama adalah keimanan kepada sang pencipta, moralitas dan nilai yang hidup dalam ajaran agama. Kalau dia seorang Islam, maka diharapkan yang bersangkutan memiliki kepribadian muslim yang paripurna, kafah dan sebagainya. Ada pula landasan yang dipakai di luar yang utama tadi, yakni adat istiadat dan kebiasaan yang dianggap baik bagi tata cara berkehidupan manusia sebagai mahluk sosial di satu wilayah tertentu dalam sebuah negara.
Karena itu disebutkan bahwa kepribadian orang Jawa dengan orang Batak berbeda. Begitu juga dengan yang lain. Tapi maksud dan tujuannya sama, yaitu agar manusia yang lahir dari beragam etnis itu memiliki kepribadian yang paripurna dan tujuannya agar keturunanannya mendapatkan kemuliaan di sisi kemanusiaan maupun mulia di sisi Tuhan.
Tujuan lain dan ini bisa sama, yakni agar mereka semua memiliki kekuatan dan kekokohan sikap dan perilaku yang baik dan benar dan bermanfaat bagi sesama dalam kondisi kehidupan apapun yang dihadapinya.
Boleh jadi memang harus menjadi pribadi yang militan tapi tidak radikal apalagi destruktif, agar hidupnya memiliki pendirian yang teguh, tidak gampang menyerah demi tegaknya hukum dan ketertiban. Terciptanya kehidupan komunal yang damai, sejahtera dan makmur dalam situasi dan kondisi apapun, meski ibaratnya tsunami kehidupan datang dan dapat merusak sendi-sendi kehidupan. Maka dari itu training center untuk pembentukan kepribadian itu sangat penting dan harus dilakukan terus menerus tanpa henti.
Dan ini dilakukan tidak memandang umur, ras, etnis atau status sosial. Semua harus selalu melakukan training pembentukan kepribadian di sepanjang hidup manusia. Di rumah kita sendiri, di kantor dan di tempat lain, training itu harus terus berjalan agar hidup kita selalu terjaga dan terpagari dan tidak terjerembab dalam kehidupan yang kotor, keras dan melanggar hukum Tuhan dan hukum negara dengan sesukanya sendiri.
Tatkala di dunia hidup manusia tidak ada yang bisa menjamin bahwa di sepanjang hidupnya dia selalu berada di atas terus. Sewaktu-waktu bisa saja berada dalam posisi di bawah karena berbagai sebab. Inspirasi dan motivasi dalam setiap kehidupan itu selalu diperlukan. Tapi semuanya harus diarahkan agar manusia menjadi bersikap produktif, semakin paripurna cara berfikir dan bertindaknya yang selalu mengedepankan nilai kebaikan dan kemanfaatan bagi semua pihak.
Berjihad itu harus dilakukan, terutama berjihad untuk melawan hawa nafsu, berjihad membela kebenaran dengan cara yang sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku serta tidak anarkis. Mudah-mudahan opini ini bisa menjadi bahan pengingat bagi kita semua. Tidak serta merta kalau dia anak presiden, anak raja, keturunan pengusaha, keturunan ustad, pendeta dan biksu akan dijamin kepribadiannya unggul.
Manusia tempatnya lupa dan salah dan oleh sebab itu siapapun kita harus selalu mentarining diri agar kepribadian kita sebagai pribadi, sebagai keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga negara tetap baik dan benar. Tidak gampang digoyahkan oleh pengaruh busuk oleh cara pikir dan bertindak manusia yang kebetulan lagi salah jalan.***