Site icon TubasMedia.com

Tabiat Cinta

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KATA ahli percintaan, cinta itu adalah soal hati, bukan soal mulut. Dengan demikian, cinta tidak bisa disuruh-suruh, diimbau apalagi dipaksa atau diharuskan. Cinta adalah proses batiniah bukan proses fisikal. Cinta itu ada nilai kesabaran dan nilai ketulusan.

Bahkan, dalam prosesnya cinta dapat melahirkan rasa empati dan simpati sekaligus.Bila hatinya sudah merasa yakin, maka otak akan segera memerintahkan, “lakukan dengan cara yang masuk akal dan jangan emosional untuk menentukan pilihan secara fisik, cewek mana yang pantas akan dijadikan pasangan hidup.”

Kalau semangatnya dimaksudkan untuk menginspirasi agar seseorang dapat mencintai produk, seperti slogannya yang sering kita dengar, “Cintailah Produk Indonesia”, maka prosesnya juga tidak bisa dilakukan secara instan. Prosesnya pada dasarnya sama dengan proses seorang pria untuk mencintai seorang wanita, yaitu proses yang bersifat batiniah, ada nilai kesabaran dan ketulusan, sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih apa yang akan dibelinya.

“Cintailah Produk Indonesia”, atau “Aku Cinta Produk Indonesia” menjadi tidak mudah prosesnya sampai akhirnya pilihan dijatuhkan. Apalagi mencintai produk yang itemnya ribuan beredar di pasar, maupun di mal. Ada yang berasal dari impor dan ada yang dari lokal. Jika kita harus mencintai, maka secara kasatmata paling tidak kita harus tahu wujudnya secara fisik.

Kualitas, harga, dan desain akan menjadi ukuran penilaian minimal bagi konsumen untuk menyukai, sebelum memutuskan untuk membeli.Konsumen yang rasional pasti tidak gegabah dalam menentukan pilihan, karena dia selalu membanding-bandingkan dengan barang lain, termasuk dengan barang sejenis dari impor.

Daftar Keinginan

Pun di masyarakat terdapat perilaku konsumen yang setiap akan membeli suatu produk hanya mengandalkan pertimbangan emosional. Yang penting dia suka dan tanpa pikir-pikir dia beli barang itu. Konsumen seperti ini, pada umumnya yang paling banyak membeli, karena berdasarkan daftar panjang keinginan.

Sedangkan golongan konsumen yang menganut aliran rasional, dia akan membeli sepanjang yang dibutuhkan. Karena itu, jika pemerintah mengharapkan agar seluruh rakyat mencintai produk dalam negeri, harus membangun strategi jitu untuk membuat rakyat benar-benar jatuh hati sampai tidak ada pilihan lain, harus membeli produk lokal yang dicintainya, bukan karena terpaksa apalagi dipaksa.

Strteginya dari yang bersifat makro melalui dukungan instrumen kebijakan sampai yang bersifat mikro, seperti proses marketing pada lazimnya. Produk buatan lokal harus bisa tampil cantik, elegan, dan berkarakter agar konsumen mantap dan percaya diri memakainya. Akhirnya rasa kebanggaan muncul dengan sendirinya setelah melalui proses yang panjang. Jadi, kalau program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri atau P3DN ingin berhasil, memang diperlukan special effort, kerja cerdas, dan kerja keras. Kita boleh bertanya kepada Pak Alim Markus, sudah berapa miliar uang yang dibenamkan hanya untuk berteriak “Cintailah Produk Indonesia” agar masyarakat mau menggunakan produk alat rumah tangga yang diproduksinya.

Alim Markus telah melakukan special effort, kerja cerdas, dan kerja keras. Dia sadar, karena di sekitar kita ini banyak produk serupa yang berasal dari impor, khususnya dari China. Teriakan Alim Markus dan Titik Puspa adalah dalam rangka melawan arus barang impor, yang masuk dan beredar dengan bebas di dalam negeri. ***

Exit mobile version