Oleh: Fauzi Aziz
DALAM ekonomi, secara garis besar kita mengenal paling tidak ada tiga kategori besar yakni, sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi serta sumber daya pembiayaan. Dengan tiga pilar itu, kegiatan dan proses ekonomi sudah bisa digerakkan. Apalagi jika didukung infrastruktur yang memadai, kegiatan dan proses ekonomi akan lebih cepat bergerak.
Dengan demikian kemajuan ekonomi suatu bangsa dapat dicapai bila ketiga sumber daya tersebut sebagai sistem utamanya, dilayani oleh sistem logistik sebagai sumber daya penunjang mampu bekerja dalam satu sistem mikro ekonomi. Bagaimana peran makro ekonomi? Sistem ini bekerja sebagai penjaga stabilitas moneter dan fiskal agar seluruh sumber daya ekonomi mikro dapat bekerja maksimal.
Berarti untuk menggerakkan sumber daya ekonomi makro dan mikro perlu tata kelola yang baik agar keduanya bisa saling memberi manfaat bagi perputaran roda ekonomi nasional tanpa ada hambatan, distorsi dan sebagainya. Kita berhadap sumber daya ekonomi yang dikendalikan langsung oleh Presiden dapat memberi manfaat bagi perbaikan kesejahteraan seluruh rakyat.
Setelah diolah dan dikelola, returnnya harus kembali sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemahaman ini harus terkonfirmasi secara kuantitatif mengenai besarannya. Misal 90% nilai tambah yang tercipta menjadi milik bangsa Indonesia. Sisanya 10% bolehlah dibawa pulang pemilik modal asing ke negaranya masing-masing.
Pemerintah harus bisa memastikan bahwa total nilai tambah terhadap total PDB berada pada angka nisbah yang paling menguntungkan kepentingan nasional. Gambaran ini penting agar kita tahu sejauhmana Indonesia berdaulat secara ekonomi dan seberapa jauh proses membangun kemandirian ekonomi menampakkan hasilnya.
Sumber daya ekonomi nasional sebagai mesin penggerak organisasi ekonomi harus mendapatkan perhatian khusus dari negara agar kemajuan ekonomi yang dihasilkan tidak bersifat “semu” karena ternyata lebih besar dihasilkan oleh modal asing yang beroperasi di Indonesia. Dalam konsep nilai tambah, Indonesia praktis hanya menikmati dalam bentuk gaji dan upah serta pajak ketika modal asing berperan sebagai penggerak utama ekonomi nasional.
Persentase tadi secara relatif menjadi berbanding terbalik. Misal Indonesia hanya menikmati bagian kecil dari total nilai tambah ketika modal asing bertindak sebagai penggerak utama ekonomi nasional. Nilai dasar kebijakan ekonomi yang dikembangkan pemerintah sejatinya sudah tepat yakni meningkatkan efisiensi dan produktifitas nasional.
Namun nilai kedalaman dari dampak ekonomi yang ditimbulkan jangan diabaikan dan terlewatkan begitu saja sehingga sebagian besar nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri dibawa keluar oleh para investornya. Ini yang tidak boleh terjadi karena berlawanan dengan perintah konstitusi.
Reorientasi kebijakan menjadi diperlukan agar manajemen ekonomi makro dan ekonomi mikronya tidak dibiarkan berjalan salah arah dan salah sasaran. Ekonomi Indonesia dibangun dan dikembangkan menggunakan sumber daya nasional, namun bagi hasilnya yang dinikmati sebagai pemilik sumber daya dan bangsa Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas, hanya menikmati bagi hasil yang tidak memadai.
Akibatnya kita tidak bisa membangun dengan ekuitasnya sendiri secara maksimal, sehingga harus menambalnya dengan berhutang. Jika tidak dilakukan re-orientasi kebjakan, maka ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap luar makin bertambah besar. Dan ini harus dibayar mahal karena cadangan devisa yang berhasil dihimpun habis terpakai untuk membiayai impor, melunasi hutang dan dipakai cadangan kontigensi kalau terjadi krisis ekonomi, krisis pangan dan energi. (penulis adalah pemerhati masalah sosial dan ekononomi).