Site icon TubasMedia.com

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi

ilustrasi

KONDISI pelaku usaha industri dalam negeri sungguh menyedihkan. Menghadapi persaingan di era pasar bebas dia dalam kondisi bagai pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kenaikan tarif listrik industri yang berlaku mulai 1 Mei 2014 membuat para pelaku usaha indsutri dalam negeri sempoyongan. Kenaikan tarif listrik secara bertahap itu menjadi beban yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan sebagai pukulan yang menekan daya saing produk industri dalam negeri.

Selama ini pelaku industri dalam negeri direcoki oleh biaya ekonomi yang berkaitan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah, infrastruktur fisik yang belum memadai, perijinan yang sulit dan berbagai pungutan tidak resmi (liar), pungutan setengah resmi dan pungutan resmi. Selain itu juga juga direpotkan oleh biaya logistik dan biaya produksi yang terus meningkat oleh rencana pemerintah–Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN–dengan menaikan tariff istrik industri untuk menghemat subsidi listrik sebesar Rp 8,9 triliun.

Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 9 Tahun 2014 tentang tarif tenaga listrik yang disediaan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), mulai 1 Mei diberlakukan kenaikan tarif listrik industri secara bertahap hingga mencapai tarif keekonomian bagi golongan industri. Ditetapan, tarif listrik golongan 13 yang terbuka (go public) naik 8,6 persen per dua bulan dan golongan 14 naik 13,3 persen per dua bulan.

Jadi secara otomatis, kumulatif kenaikan listrik sepanjang 2014 sebanyak 4 kali, sehingga total kenaikan tarif listrik golongan 13 sebanyak 38,9 persen dan golongan 14 sebesar 64,7 persen. Golongan 13 adalah pelanggan listrik dengan daya 200 hingga 30.000 kilovolt ampere (kVA) dan golongan 14 pelangga listrik diatas 30.000 kVA. Dengan kenaikan tarif listrik tersebut, penghematan subsidi listrik tahun ini sebanyak Rp 8,9 triliun. Bagi pelaku usaha industri dalam negeri, listrik merupakan jantung produksi maka kenaikan tarif listrik menjadi beban yang menimbulkan kenaikan biaya produksi–ekonomi biaya tinggi–dan sebagai pukulan yang melemahkan daya saing produk industri dalam negeri.

Memang, untuk menjaga daya saing produk industri dalam negeri pemerintah sedang menyiapkan insentif khusus sebagai kompensasi bagi pelaku usaha indsutri dalam negeri yang terkena kebijakan kenaikkan tarif listrik. Namun, langah itu tidak dibarengi dengan upaya menekan biaya ekonomi yang terus bergerak naik oleh faktor non produksi. Undang – undang (UU) Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menyatakan subsidi listrik hanya diberikan kepada masyarakat tidak mampu yaitu pelanggan listrik dengan daya 450 – 900 volt ampere (VA).

Implementasi UU perlu tapi juga dibutuhkan upaya pemerintah untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi dan meningkatkan daya saing. Pemberian insentif khusus juga penting, namun yang tidak kalah penting bagaimana menjaga agar pelaku usaha industri dalam negeri tidak sempoyongan–sudah jatuh tertimpa tangga kenaikan tarif listrik–dalam menghadapi persaingan di era pasar bebas! ***

Exit mobile version