TARUTUNG, (tubasmedia.com) – Organisasi pangan dunia, FAO, mengingatkan dunia akan ancaman krisis pangan global di masa pandemi Covid-19.
Atas warning FAO tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Menteri, Syahrul Yasin Limpo menyurati pemerintah provinsi, kabupaten dan kota pada 19 Juni 2020 untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD) dan cadangan pangan masyarakat di pedesaan dengan membangun Lumbung Pangan Masyarakat Perdesaan.(LPMDes).
Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, mengenai surat Menteri Pertanian tersebut mengatakan bahwa sasaran pemerintahanya telah mengarah ke sana, yakni mengantisipasi terjadinya krisis pangan. “Itu menjadi sasaran kita sejak terjadinya pandemi,” ujarnya, Minggu (12/7/2020).
Politikus PDIP ini juga menandaskan, jauh sebelum surat menteri itu ada, pihaknya sudah mencanangkan tiga hal dalam masa pandemi covid yakni, menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan, ketahanan pangan dan upaya me-recovery ekonomi yang juga berkaitan dengan perkuatan ketahanan pangan dan ekonomi.
“Daerah saya, sekitar 99% dari keseluruhan wilayah bergerak dan terkonsentrasi di desa. Rata-rata punya lahan. Tentu kebijakan ketahanan pangan kita sasarannya ke desa desa,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, pemerhati kebijakan publik di Tapanuli Utara, James E. Simorangkir mengatakan, ketahanan pangan dunia saat ini diambang krisis, tentu akan mengingatkan seluruh pemerintah daerah segera menyiapkan lumbung desa sebagai salah satu upaya memobilisasi ketahanan pangan nasional.
Hal ini menurut James, juga karena didasari pertimbangan pemerintah tak akan mungkin melakukan impor pangan dari luar negeri, karena masalah pangan ini sudah menjadi masalah global.
“Tak akan ada negara mengekspor pangan ke luar, jika ketahanan pangandalam negerinya tak mencukupi untuk rakyatnya,”ungkapnya.
Ia mengingatkan, bagi pemerintah daerah, masalah ini akan menjadi masalah serius dan harus mempersiapkan program cerdas dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan daerah.
Lumbung Pangan
James Simorangkir mengatakan, lumbung pangan desa ada dalam sejarahnya dan merupakan kristalisasi kearifan lokal masing-masing daerah.
“Pemkab Taput tak akan mungkin serta merta menciptakan lumbung pangan desa tanpa melibatkan stakeholder desa yakni para pemangku adat dan rakyat itu sendiri,”paparnya.
Kultur bertani di desa, sambung James, sekarang mengalami perubahan drastis. “Ada pergeseran nilai nilai komunitas desa. Masing masing mencari jalan survive sendiri, tidak lagi membiasakan diri mengatasi masalah secara komunal,”ungkapnya.
James Simorangkir mengatakan, salah satu contoh, jika karena tergiur dengan harga cabe yang tinggi semua petani di desa menanam cabe dan mengabaikan menanam jenis komoditas lain seperti padi atau gabah. Dengan kondisi ini, desa tersebut pasti tergantung ketahanan pangannya dengan wilayah lain.
“Jadi harus didorong masyarakat desa duduk bersama memetakan kekuatan dan kelemahan desa dalam pengadaan pangan berjangka panjang,” tandasnya.
Menurutnya, dalam konteks yang lebih kompleks masalahnya, diharapkan seluruh komponen Pemkab Taput yang bertupoksi di bidang pertanian dan ketahanan pangan harus cerdas merumuskan program ini dan memobilisasi rakyat untuk melakukannya.
“Menurut saya, ketahanan pangan harus digerakkan dengan merevitalisasi kearifan lokal yang menumbuhkan semangat gotongroyong, perasaan memikul beban bersama. Kearifan ini telah lama hilang akibat pengaruh individualisme yang semakin merasuki kehidupan masyarakat,” pungkasnya.(red)