Oleh: dr Jimmy R Tambunan, SpoG
bagian ketiga, habis

Ilustrasi
MASALAH strategis SDM Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah : a) pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan; b) perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan belum didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai; c) masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM Kesehatan.
Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai; d) dalam pendayagunaan SDM Kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan masih terbatas; e) pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan dan dukungan sumber daya SDM Kesehatan masih kurang.
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, bahan baku impor mencapai 85% dari kebutuhan. Sementara itu di Indonesia terdapat 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Pemerintah telah berusaha untuk menurunkan harga obat, namun masih banyak kendala yang dihadapi. Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman telah dilakukan secara komprehensif.
Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) telah disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara berkala sampai tahun 2008. DOEN digunakan sebagai dasar penyediaan obat di pelayanan kesehatan publik. Lebih dari 90% obat yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial generik. Namun tidak diikuti oleh sarana pelayanan kesehatan lainnya, seperti : dirumah sakit pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%, dan apotek kurang dari 47%. Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat esensial generic belum sepenuhnya dipahami dan diterapkan.
Perencanaan antara Pusat dan Daerah belum sinkron dan begitu juga dengan perencanaan jangka panjang/menengah belum menjadi acuan dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga dengan kebijakan yang belum banyak disusun berbasis bukti. Banyak kebijakan yang menimbulkan kesenjangan dan tidak sinergi baik di Pusat dan atau Daerah. Sistem informasi kesehatan setelah desentralisasi menjadi lemah. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia tepat waktu.
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Siknas) yang berbasis fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten/kota namun belum dimanfaatkan. Hasil penelitian kesehatan, seperti: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), belum banyak dimanfaatkan sebagai dasar perumusan kebijakan dan perencanaan program. Surveilans belum dilaksanakan secara menyeluruh. Hukum kesehatan belum tertata secara sistematis dan belum mendukung pembangunan kesehatan secara utuh, terutama dalam menghadapi desentralisasi dan globalisasi. Regulasi bidang kesehatan pada saat ini belum cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektifitasnya. Pemerintah belum sepenuhnya dapat menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (Good Governance).
Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) meningkat dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007 namun masih jauh dari sasaran yang harus dicapai pada tahun 2009 yakni dengan target 60%. Jumlah UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes semakin meningkat, tapi pemanfaatan dan kualitasnya masih rendah. Hingga tahun 2007 sudah terbentuk 33.910 Desa Siaga dimana terdapat 20.986 buah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). UKBM lainnya yang terus berkembang pada tahun 2007 adalah Posyandu yang telah berjumlah 269.202 buah, dan 600 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren).
Di samping itu, Pemerintah telah memberikan pula bantuan stimulant untuk pengembangan 229 Musholla Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa masyarakat masih lebih banyak sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan kesehatan. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak memanfaatkan Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya sangat memerlukan adalah karena : pelayanannya tidak lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak tersedianya Posyandu/Poskesdes (24%).
Perkembangan global, regional dan nasional saat ini merupakan faktor dinamis yang mengalami perubahan serta sangat menentukan proses pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan faktor eksternal utama yang mempengaruhi penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Faktor lingkungan strategis dapat dibedakan atas tatanan global, regional, nasional dan lokal, serta dapat dijadikan peluang atau kendala bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Globalisasi merupakan suatu proses perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi, dan transportasi yang mempunyai konsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya.
(Kandidat Magister Hukum Kesehatan UNIKA Soegijapranata Semarang)