Oleh : Lintong Manurung
PERMENDAG No 41/M-DAG/PER/5/2016 tentang perobahan ketiga atas Permendag No 82/c-c/PER/12/30E12 tentang ketentuan impor telepon selular, komputer genggam (handheld) dan komputet tablet, semakin mantap dan peranan oligarkis yang selama 4 tahun ini sudah menguasai perdagangan produk HP di pasar dalam negeri.
Pasal-pasal ampuh dalam Permendag no 82/3012 telah menutup kemungkinan pesaing-pesaing masuk dalam bisnis ini dan korban-korban pada awal diberlakukannya peraturan ini adalah seluruh importir umum skala usaha kecil yang sebagian besar berusaha efisien dan profesional.
Pasal-pasal yang menjegal importir umum masuk dalam bisnis ini adalah ditetapkannya pihak prinsipal di luar negeri untuk mengatur importasi dan distribusi HP di Indonesia.
Untuk memuluskan usaha monopoli bisnis ini, para oligarkis sejak tahun 2012 dengan alasan untuk mendorong tumbuhnya HP berbasis industri dalam negeri, melibatkan Kementerian Perindustrian untuk menerbitkan Peraturan-peraturan Menteri yang merupakan persyaratan tambahan kepada calon importir HP.
Persyaratan ini yang amat sulit bahkan mustahil dipenuhi oleh importir umum yang memperoleh barangnya dari pasar bebas di luar negeri.
Kemudian dengan dalih pengamanan dan persyaratan mutu, Kemeninfokom juga diberikan porsi mengatur persyaratan mutu dan teknisn atas impor HP tersebut.
Salah satu kebijakan kontroversial lainnya adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Perindustrian No 69.Tahun 2014 tentang Ketentuan Tata cara perhitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Industri Elektonik dan Telematika bagi produsen HP.
Walapun disadari dan difahami dengan baik, bahwa formulasi, perhitungan dan penetapan.TKDN bagi produk yang life cycle pendek dan perobahan mode dan konfigurasi cepat seperti produk HP ini hampir mustahil dilakukan.
Dengan diberlakukannya kebijakan TDKN dan pengaturan importasi ini hingga saat ini kemampuan industri / subcontractor komponen lokal untuk memasok komponen perangkat keras HP baru meliputi: charger, kemasan, buku manual dan kartu garansi.
Pada hal kita sebagai anggota WTO sudah melanggar artikel 2.1 perjanjian TRIMS yng melarang penerapan pemenuhan TDKN dalam aturan investasi.
Dengan ditetapkannya kebijakan 3 Menteri yang sudah dilaksanakan selama 4 tahun terakhir ini apakah kebijakan importasi ini dapat mendukung percepatan realisasi produksi dan pengembangan produk HP oleh 12 investor HP yang saat ini sudah mendapat persetujuan dari BKPM. Hasinya sangat jauh dari harapan.
Apalagi dengan ditetapkannya Permendag No 41/2016, yang salah satu pasalnya mengatur persyaratan importasi HP 4 G LTE dikaitkan dengan kegiatan investasi di dalam negeri. Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut, importasi HP 4G dengan type dan konfigurasi yang berbeda dengan HP 4G LTE, dapat diimpor oleh IT tanpa kewajiban melaksanakan investasi. Peraturan yang sangat diskriminatif dan sangat merugikan bagi importir dan produsen 4G LTE, namun sangat menguntungkan bagi para pemain yang ada saat ini untuk dapat mengimpor HP 4G varian yang lain.
Apakah dengan kebijaksanaan selama 4 tahun ini praktek importir illegal dapat diturunkan? Berdasarkan informasi yang dikumpulkan penulis, dari total impor HP yang berjumlah 105 juta unit saat ini, 50 % berasal.dari selundupan. Artinya kinerja dan praktek penelundupan sama dengan tahun 2012 yang lalu.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kebijaksanaan Pemerintah di bidang import dan investasi HP perlu ditinjau kembali agar tujuan tumbuhnya industri HP di dalam negeri menghindarkan praktek monopoli yang mendorong tingginya praktek penyelundupan serta merugikan masyarakat banyak karena harus membeli produk yang lebih mahal dari semestinya.(penulis adalah Ketua Umum DPP Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) & Ketua Umum Asosiasi Pengusaha dan Importir Telepon Genggam (ASPITEG)