Oleh: Sabar Hutasoit

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum
ADALAH Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif yang menyebut kalau negara telah gagal mengembalikan bekas bendahara Partai Demokrat, Mohammad Nazaruddin dari persembunyiannya di luar negeri ke Indonesia.
Akibat dari kegagalan itu pula mungkin Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menyediakan dana Rp 100 juta sebagai hadiah bagi siapa saja yang mampu menangkap Nazaruddin. Bahkan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto kemudian meminta bantuan masyarakat untuk ikut serta menangkap Nazaruddin. “Masyarakat juga boleh menangkap Nazaruddin,” kata Bibit.
Kalau mau jujur, apa susahnya mengembalikan seorang Nazaruddin dari tempat persembunyiannya di luar negeri. Tapi persoalannya adalah tidak adanya kejujuran pada mereka-mereka yang punya kuasa, yang punya kewenangan dan bagi mereka yang juga punya kepentingan dalam kasus Nazaruddin.
Lagi-lagi kalau mau jujur, kita masih ingat “kehebatan” Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) dan Komite Pemberantasan Korupsi yang dibentuk Presiden SBY. Kala itu dalam waktu singkat, Satgas PMH di bawah kendali Sekretaris Satgas, Denny Indrayana dengan gampang meringkus Gayus Tambunan di Singapura.
Hampir dapat dipastikan tidak ada kendala yang berarti bagi Satgas PMH untuk menangkap kemudian membawa kembali Gayus dari persembunyiaannya di Singapura ke Indonesia.
Nah, sekarang. Kenapa Satgas yang dibentuk Presiden SBY itu tidak bergeming bahkan tidak pernah berkomentar sementara Presiden SBY dalam beberapa kali pidatonya sudah menyatakan keinginannya agar Nazaruddin segera dikembalikan ke Indonesia.
Pertanyaan kita, apakah Presiden SBY tidak menurunkan perintah kepada Satgas bentukannya untuk meringkus Nazaruddin dari tempat persembunyiannya untuk segera dibawa pulang ke Indonesia seperti pernah dilakukan kepada Gayus. Kalau pun tidak, apakah Satgas tersebut tidak bisa membaca sinyal dari Presiden SBY yang ingin agar mantan bendahara partai milik SBY itu segera dikembalikan ke Indonesia.
Jangan-jangan benar apa yang dikatakan Syafii Maarif bahwa para pembantu Presiden sudah tidak patuh lagi kepada pimpinannya. Atau, Satgas tersebut bertindak bukan untuk semua kasus, tapi bergerak untuk kasus-kasus tertentu. Apakah demikian keberadaan Satgas tersebut, rasanya Satgas itu dibentuk untuk memberantas semua tindak mafia hukum, tanpa kecuali.
Kalau kita kenang statement Presiden SBY yang menyatakan dirinya berada di garis depan untuk memberantas korupsi bahkan siap menghunuskan pedang untuk memerangi korupsi tanpa pandang bulu, tebang pilih seperti yang dituduhkan masyarakat kepada Satgas itu, menjadi tidak benar. Tapi fakta di lapangan, seperti tebang pilih amat kental dalam prakteknya Satgas. Misalnya dalam hal mendatangkan tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu dikabarkan berada di Singapura, tetapi pemerintah tidak mampu menggapainya.
Apakah benar sinyalemen banyak warga yang menyebut untuk menangkap Nazaruddin harus super hati-hati karena seluruh tubuhnya “dililiti bom”. Kalalu sinyalemen itu benar, pantaslah semua pihak yang ingin menangkap Nazaruddin harus berfikir dua kali, takut terkena “bom”. ***