Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi
ZAMAN Bung Karno kita mengenal Ekonomi Terpimpin, berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari) dan di zaman Orde Baru di bawah kepemimpinnan Soeharto kita mengenal Ekonomi Pancasila. Semua itu adalah bentuk-bentuk deklarasi ekonomi yang pernah dikumandangkan oleh negara dalam membangun sistem perekonomiannya.
Kalau kita dalami dengan seksama, perintah konstitusi negara yang tertuang dalam bab XIV pasal 33 dan 34 UUD 1945, maka harusnya kita pada dewasa ini tegas tegas saja mendeklarasikan suatu sistem ekonomi yang dianut bangsa ini yaitu “Perekonomian Nasional dan KesejahteraanSosial”.
Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, maka pertumbuhan yang dihasilkan dari sistem ekonomi tersebut, berapapun angka capaiannya, negara wajib memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Pada sisi lain, negara juga diwajibkan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, sesuai martabat kemanusiaan. Negara bertanggungjawab atas fasilitas kesehatan dan pelayanan umum yang layak.
Syukur kalau tidak salah pemerintah bersama DPR, baru saja menyepakati RUU BPJS menjadi UU. Namun yang terkait dengan RUU tentang perekonomian nasional, rasaya belum pernah ada. Seharusnya kedua RUU itu lahir secara bersamaan karena keduanya diatur dalam bab yang sama yaitu bab XIV UUD 1945. Dengan belum adanya RRU tentang sistem perekonomian nasional, maka dapat dikatakan secara deklaratif, kita belum memiliki basis legislasi yang kuat dalam membangun perekonomian nasional.
Sementara itu, seiring berjalannya waktu, para penyelenggara negara telah banyak mengeluarkan berbagai macam kebijakan ekonomi yang perspektifnya satu sama lain bisa berbeda-beda termasuk faktor kepentingannya.
Kita punya UU tentang perindustrian, tentang pangan, tentang migas, minerba, perkebunan, penanaman modal dan sebagainya. Satu sama lain visi dan misi dari setiap UU tersebut pasti berbeda dan perbedaaan tersebut pada umumnya terletak pada semangatnya.
Perbedaaan spirit tersebut terjadi karena disebabkan adanya perbedaan persepsi tentang pemahanan atas pasal 33 UUD 1945 dan ini terjadi akibat dari pemerintah bersama DPR mungkin lupa bahwa dalam pasal 33 ada perintah agar perekonomian nasional diatur dalam sebuah UU (ayat 5 pasal 33 UUD 1945).
Meskipun Pemilu 2014 masih tiga tahun lagi, hal yang perlu disiapkan bangsa ini dari sekarang adalah bukan hanya soal rencana pembangunan saja, tetapi ada yang jauh lebih penting yaitu adanya suatu deklarasi politik tentang sistem perekonomian nasional yang akan dianut oleh bangsa dan negara ini ke depan sesuai semangat pasal 33 UUD 1945.
Tapi yang terjadi saat ini adalah fragmentasi dalam politik ekonomi nasional dan itu riil kita rasakan. Kalau pemerintah bersama lembaga tinggi negara terkait (MPR, DPR dan DPD) dapat memulai membahasnya, adalah sangat kita harapkan karena memang sangat dibutuhkan dan mendesak adanya deklarasi sistem ekonomi nasional yang dituangkan dalam UU.
Dengan lahirnya UU ini, diharapkan fragmentasi tentang doktrin sistem ekonomi nasional dapat kita akhiri. Sistem ekonomi nasional yang kita kehendaki adalah yang secara makro dan mikro melahirkan ketahanan ekonomi bangsa secara keseluruhan dari Sabang sampai Merauke.
Hadirnya sistem globalisasi ekonomi tidak bisa serta merta kita tolak, tetapi sebagai negara kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung tinggi azas demokrasi politik dan ekonomi, membangun kedaulatan ekonomi bagi kesejahteraan sosial dan kemakmuran, adalah sesuatu yang harus diwujudkan di negeri ini.
Perundingan dalam kerjasama internasional di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan cara yang benar bila kita telah memiliki UU tentang sistem perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Acuannya menjadi lebih jelas dan clear dilihat dari kepentingan nasional yang harus dibela. Selain lembaga tinggi negara untuk mengambil prakarsa lahirnya RUU sistem perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, juga sangat diharapkan peran serta lembaga perguruan tinggi untuk menyampaikan konsepsi pemikirannya secara institusional.
Media forum rektor atau forum-forum lainnya dapat menjadi tempat mendiskusikannya yang hasilnya dapat disampaikan kepada pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya (MPR, DPR dan DPD). Sekarang waktu yang tepat untuk mendeklarasikan sistem perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial dalam rangka membangun negara kesejahteraan (welfare state).
Sumber daya ekonomi yang kita miliki dan kita kuasasi, sebesar-besarnya harus kita dedikasikan untuk kepentingan nasional dalam arti luas. Prediksi tentang Indonesia sebagai emerging economy harus kita bangun berdasarkan semangat tersebut yang landasan utamanya adalah Ketuhanan YME, Kemanuiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. ***