Oleh: Fauzi Aziz
PERTAMA, regulasi dan deregulasi keduanya penting dilakukan untuk merespon fenomena dan dinamika kehidupan di masyarakat. Dalam kehidupan ekonomi, di saat bersamaan keduanya bisa hadir untuk menata sistem perekonomian.
Namun pada satu situasi tertentu, manakala dalam praktek sistem ekonomi banyak mengalami distorsi, maka tindakan yang bersifat deregulatif dapat menjadi pilihan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menghapus distorsi-distorsi yang menghambat kegiatan ekonomi.
KEDUA, dengan demikian, maka kita dapat satu pemahaman bahwa pada dasarnya regulasi adalah sebuah kebutuhan untuk tegaknya hukum dan ketertiban ( law and order) di negara manapun di dunia. Semua negara pasti akan membuat regulasi untuk melindungi kepentingan nasionalnya sebagai negara berdaulat, baik di bidang politik, ekonomi maupun budaya.
Sedangkan deregulasi hakekatnya adalah sebuah tindakan yang bersifat korektif, perbaikan dan penyempurnaan karena regulasi yang ada di anggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Namun begitu, dalam sistem ekonomi pasar, regulasi dianggap sebagai bentuk campur tangan/ intervensi pemerintah dalam urusan ekonomi. Sementara itu, deregulasi dipandang sebagai satu cara untuk menghapus campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi.
KETIGA, deregulasi dalam pandangan Adam Smith kira-kira dimaksudkan agar peran pemerintah seminimal mungkin karena campur tangan itu hanya akan membuat ekonomi dan kompetisi berjalan tidak optimal. Pemikiran ini yang kemudian dijadikan strategi Konsensus Washington mengenai pembangunan.
Strategi dan kebijakan tersebut berfokus pada upaya meminimalisasi peran pemerintah dalam urusan ekonomi. Penekannya pada upaya tindakan privatisasi BUMN, liberalisasi perdagangan dan pasar modal
(mengiliminir hambatan perdagangan, dan aliran modal), dan deregulasi (pengurangan peraturan-peraturan dalam penyelenggaraan bisnis. Peran pemerintah yang utama adalah memelihara stabilitas ekonomi makro. Pasca krisis ekonomi 1997/1998 hingga kini, Indonesia praktis menjalan kan rezim Konsensus Washington untuk mengelola sistem perekonomian nasionalnya. Warna dasarnya adalah liberalisasi ekonomi, deregulasi, dan memberikan peran sentral pada pengelola kebijakan moneter (BI) dan kebijakan fiskal (kemenkeu ) sebagai penjaga stabilitas perekonomian dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Inilah mengapa kemudian dikatakan bahwa sebagian besar kinerja perusahaan yang bergerak di berbagai sektor tergantung pada sifat kebijakan makro ekonomi yang mempengaruhi.
KEEMPAT, policy dialogue yang kita lakukan bukan mencari mana yang benar atau salah karena baik regulasi atau deregulasi itu lahir dari anak idiologi ekonomi. Regulasi maupun deregulasi lahir selalu membawa agenda masing-masing, termasuk ada hidden agenda. Regulasi ekonomi di Indonesia adalah anak idiologi ekonomi konstitusi sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD 1945.
Dengan demikian yang menjadi the political economy of policy making adalah untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar dapat mewujudkan pengusaha menengah yang kuat dan berjumlah besar serta mewujudkan keterkaitan dan kemitraan yang saling memberi manfaat antar pelaku ekonomi yang meliputi UMKM dan koperasi, usaha besar swasta dan BUMN yang saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi dan berwawasan lingkungan.
KELIMA, dengan begitu sesungguhnya Indonesia justru membutuhkan adanya regulasi untuk mewujudkan politik ekonomi yang muatannya seperti itu. Model deregulasinya adalah melakukan koreksi, perbaikan dan penyempurnaan terhadap regulasi yang tumpang tindih, sehingga tercipta suatu regulasi baru yang lebih baik.
Tadinya penulis pikir kerangka kerja konseptual omnibus law hendak mewujudkan semangat politik ekonomi seperti tersebut di atas. Ternyata warna dasarnya lebih kuat bermuatan liberalisasi dan deregulasi yang tunduk pada rezim Konsensus Washington. Structural Adjusment Progam (SAP) yang dibuat masih kuat muatan liberalisasi dan deregulasi model IMF dan World Bank. SAP mereka itu, selalu dikaitkan sebagai syarat pinjaman baru.
Konsep menjunjung tinggi pasar bebas, meningkatkan ekspor, memangkas subsidi, dan privatisasi BUMN sejatinya adalah merupakan hidden agenda untuk mencapai tujuan menguasai dan mengontrol kedaulatan negara berkembang. Dan bila hal ini kita lihat dari pendekatan ATHG, maka hidden agenda seperti itu menjadi salah satu bentuk Ancaman dan Tantangan bangsa ini yang harus direspon dengan kebijakan dan regulasi yang tepat guna melindungi kepentingan nasional.
KEENAM, ekonomi Indonesia ke depan jelas kita harapkan agar strukturnya makin kuat dan berdaya saing. Hal ini butuh SAP sesuai kebutuhan bangsa ini. Re-writing the rules jelas harus dilakukan untuk merespon perubahan lingkungan strategis. Pun demikian , deregulasi juga harus dapat dilakukan secara hati-hati sesuai dengan kebutuhan memangkas distorsi dan ekonomi biaya tinggi. Progamnya menjadi bagian tak terpisahkan dari progam nasional Re-writing the rules. Mixing regulasi dan deregulasi untuk mengelola sistem ekonomi pasar terkelola penting untuk dilakukan sehingga dalam mengelola sistem perekonomian nasional suatu negara , tetap perlu ada peran negara dan swasta menjadi sama pentingnya. Peran negara adalah sebagai regulator dan fasilitator, Sedangkan sektor swasta, BUMN, serta UMKM,dan Koperasi adalah menjadi mesin penggerak ekonomi. Pemerintah akan melakukan tugasnya dengan baik apabila selalu memberi jalan bukan sebaliknya. Sistem ekonomi pasar terkelola akan berfungsi dengan baik jika diimbangi oleh tata kelola pemerintahan yang baik ( the virtues of good governance). (penulis, pemerhati ekonomi dan industri tinggal di Jakarta)