Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi
KITA sangat miris membaca berita penganiayaan dan pemerkosaan oleh seorang preman, terhadap seorang wanita pekerja industri di daerah Cileungsi, Kabupaten Bogor, baru-baru ini. Wanita ES (27) yang mau berangkat kerja pagi itu, saat menunggu angkutan umum, dijadikan sasaran perbuatan jahat oleh seorang preman dengan mencari gara-gara sengaja meludah persis di depan wanita pekerja industri ini, sehingga menimbulkan percekcokan mulut.
Dengan alasan itulah si sang preman menampar dan menjambak rambut korban. Lalu menyeretnya ke arah sepeda motornya, dan membawa korban ke rumah kontrakannya yang hanya sekitar 100 meter dari tempat kejadian. Disanalah kemudian wanita korban tersebut diperkosa. Ironisnya, walaupun wanita ini sudah berteriak-teriak minta bantuan ketika mulai dijambak rambutnya hingga diseret ke arah sepeda motor pelaku, tidak ada satu pun warga yang menolong. Padahal saat itu, ada banyak orang menyaksikan.
“Saat kejadian, ada banyak orang, tetapi tidak ada yang membantu, karena pelaku bernama Aip (30) itu, membawa senjata tajam. Dia juga sudah dikenal warga sekitar sebagai preman,” kata Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Cileungsi, Ajun Komisaris Galih Wisnu Pradipta, seperti dikutip sebuah surat kabar Ibukota, baru-baru ini. Berarti, terjadi pembiaran masyarakat yang menyebabkan si preman bebas berbuat apa saja. Bagaimana perasaan kita, kalau nasib malang yang dialami wanita pekerja industri ini terjadi pada anggota keluarga kita.
Oleh karena itu, sudah waktunya masyarakat peduli dan menjadikan preman sebagai musuh besar bersama. Tidak bisa lagi berkilah masalah preman, hanya urusan polisi. Beruntung wanita malang itu masih bisa berusaha kabur ke kamar mandi dan mengirimkan pesan singkat ke kerabatnya. Kerabatnya lalu menelepon Polsek Cileungsi yang kemudian berhasil meringkus si preman. Kalau tidak, mungkin menjadi korban sekapan berlama-lama. Wanita korban tersebut terpaksa dirujuk ke RS Polri Kramat Jati, untuk memulihkan trauma.
Kepada penyidik, sang preman ini dengan enteng mengaku sekadar “iseng” memerkosa ES, karena sesuai dengan gambaran perempuan yang disukainya. Dia pun mengaku merasa jagoan, karena ditakuti warga sekitar. Sifat arogansi sang preman ini, tentu sangat mengusik peradaban kita. Sehingga, pemberantasan premanisme yang saat ini dilancarkan oleh pihak kepolisian harus kita dukung maksimal dan masyarakat juga harus ikut aktif menjadi musuh preman di lingkungan masing-masing.
Hidup Tanpa Aturan
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto mengatakan baru-baru ini, bahwa preman ini sudah terbiasa hidup tanpa aturan. Mereka juga tak terlalu harus kerja keras, tetapi bisa mendapatkan uang cukup besar. Mereka tidak mau kalau disuruh bekerja dengan jam kerja yang pasti dan ketat, sementara penghasilan yang didapatnya tidak sebesar kalau tetap menjadi preman. Sifat-sifat hidup tanpa aturan dan tidak mau kerja keras ini, tentu tidak bisa dibiarkan. Walaupun tidak bisa diberantas seratus persen, tetapi polisi harus tetap melakukan operasi penindakan terhadap premanisme. Sifat-sifat buruk seperti ini jangan sampai menular ke bagian besar anak bangsa, khususnya kaum muda.
Kita sangat mendukung upaya pihak kepolisian menyelesaikan salah satu akar permasalahan presmanisme akibat pengangguran. Namun pengangguran tidak bisa dijadikan dalih untuk melanggar hukum dan hidup tanpa aturan. Menurut Rikwanto, beberapa Polsek dan Polres sudah berhasil melaksanakan program Polisi Peduli Pengangguran. Seperti Polres Jakarta Utara menghubungi berbagai perusahaan di wilayahnya, termasuk perusahaan pelabuhan, untuk menampung tenaga kerja pengangguran. Demikian juga Polsek-polsek lainnya.
Polres Jakarta Selatan baru-baru ini, dilaporkan dapat memasukkan 70 orang pemuda pengangguran usia produktif untuk mendapatkan pelatihan komputer. “Mereka mendapat kursus gratis basic computer yang diharapkan bisa jadi modal dasar untuk mendapatkan pekerjaan,” kata Kapolres Jaksel, Kombes Wahyu Hadiningrat. Semua ini dimaksudkan sebagai pembinaan yang bertujuan agar mereka tidak terperosok ke dunia premanisme. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Sosial dan Pemerintah Daerah harus juga melakukan program serupa.
Menurut data yang dirilis, lima bulan terakhir, Polda Metro Jaya dan jajarannya meliputi Jadetabek, telah menjaring 2.315 orang preman dalam operasi cipta kondisi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 458 orang ditahan karena terbukti melakukan tindak pidana, dan 1.840 orang dilepas kembali setelah dilakukan pembinaan. Sebenarnya, preman yang tidak terbukti melakukan tindak pidana, harus diserahkan ke Pemerintah Daerah, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Kementerian Sosial untuk dibina atau dididik keterampilan, jangan dilepas begitu saja. ***