Politisi Jangan Hanya Urus Proyek Politik
Oleh: Fauzi Aziz
DALAM rangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia, maka dalam kehidupan berpolitik, Indonesia memilih sistem demokrasi sebagai cara mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proses politik dibangun dengan cara demokratis, kekuasaan yang diperoleh, hakekatnya juga dilakukan melalui cara yang demokratis. Dan manakala kekuasaan sudah ada dalam genggaman, maka kekuasaan tersebut sepenuh nya harus didedikasikan pada upaya melindungi kepentingan segenap bangsa Indone sia.
Jika kekuasaan digunakan diluar tujuan tersebut, maka langkah dan tindakan sang penguasa harus dikoreksi melalui mekanisme dan proses politik yang berlaku agar kekuasaan tidak digunakan semena-mena. Karena itu mekanisme check and balances harus ditegakkan dalam kondisi apapun.
Indonesia telah menjadi negara demokrasi terbesar di dunia setelah AS dan India. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Inilah konsep demokrasi yang sesungguhnya. Rakyat menjadi berdaulat dan sebab itu, kekuasaan politik harus diabdikan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh rakyat tanpa kecuali.
Semua ini dilakukan agar pemegang kekuasaan tidak bertindak semena-mena dan keluar dari koridor hukum karena Indonesia adalah negara hukum. Bagaimana dengan para pemilik modal? Mereka adalah rakyat juga dan berhak mendapatkan perlakuan yang sama seperti rakyat pada umumnya.
Pemilik modal atau para kapitalis adalah pelaku ekonomi atau para investor yang mempunyai kapasitas melipatgandakan nilai aset yang dimilikinya. Aktivitas ekonomi yang diselenggarakannya dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.
Namun dalam prakteknya, demi melindungi kepentingan bisnis dan investasi yang dilakukan, mere ka umumnya membangun akses komunikasi secara khusus dengan penguasa. Sifat komunikasi yang dilakukan dari yang biasa-biasa sampai yang bisa dibilang luar buasa.
Atau biasa disebut memiliki hubungan khusus dengan penguasa untuk mengurus kepentingan bisnis dan investasi yang dikelolanya. Disini cikal bakal hubungan yang bersifat “transaksional” mulai bersemi dan lama-lama berkembang menjadi terjalin hubungan yang bersifat “spesial” dan tentu saling memberi manfaat.
Pada satu masa pada akhirnya kekuasaan para pemilik modal dapat mempengaruhi pengambilan keputusan penguasa politik terkait dengan kepentingan bisnis dan investasi para pemilik modal. Perilaku semacam ini terjadi dimana-mana, tidak hanya di Indonesia.
Di negeri ini konon ada yang disebut dengan kelompok bisnis “seven samurai”. Ada pula kelompok “para naga” yang bisa memberikan pengaruh kepada penguasa agar selalu memberikan akses bagi pengembangan bisnis dan investasi yang digeluti.
Penguasa yang menjadi obyek perburuan rente tentu ada “harganya”. Pendek kata tidak ada yang “gratis”. Dari sinilah KKN tumbuh subur dan berkembang menjadi gurita yang mengarah terjadinya ketidakadilan. Memang hal yang demikian tidak bisa digeneralisir. Tetapi perilaku politik dan bisnis semacam itu telah jamak terjadi di berbagai negara di
Di negeri ini, rakyat pada umumnya hanya dideka ti dan dibaik-baikin ketika men jelang pemilu, pilpres dan pilkada. Setelah itu,nyaris terputus hubungan kedekatan tersebut karena memang “tidak diperlu kan lagi” kecuali jelang hari-hari para penguasa/politisi mencalonkan diri menjadi anggota DPR/DPD/DPRD dan sebagai calon presiden/gubernur/bupati/walikota. Pun dalam hal pengisian jabatan eselon 1, 2 dan 3 bahkan 4 di kementrian/lembaga, para kandidatnya acapkali mendapatkan dukungan dari penguasa/politisi agar mereka dapat terpilih sebagai pejabat.
Fenomena ini telah menjadi realita dan ketika penguasa berkuasa penuh dalam jabatannya, maka ketika ada masalah yang merugikan rakyat, mereka hanya mampu melakukan demo dan tindakan semacamnya. Lain halnya kalau pemodal mempunyai masalah, mereka mampu melakukan lobi dengan penguasa.
Karena itu nyaris tak pernah terjadi para pengusaha atau pemodal melakukan demo ke penguasa, kecuali demo para pekerjanya.
Mengapa rakyat hanya bisa demo dalam menyampaikan aspirasinya? Dalam banyak hal, sistem perwakilan rakyat tidak efektif sebagai penyalur aspirasi rakyat karena mereka lebih asyik mengurus dirinya sendiri sebagai aktor politik dan mengurus “proyek politik” ketimbang mengurus kepentingan rakyat.
Lagi-lagi ini adalah fakta,sehingga rakyat sebagai pemilik kedaulatan, kepentingannya tidak terkanalisasi secara maksimal oleh sistem perwakilan yang ada.
Apapun kondisinya, kehadiran dan peran para pemodal untuk ikut membangun negeri ini sangat diperlukan. Pola hubungan antara penguasa dan pengusaha/pemodal juga harus berjalan harmonis.
Sebagai pesan kebangsaan, penulis menghimbau agar kita kembali ke jalan yang benar. Lakukan segera rekonsiliasi nasional demi utuhnya NKRI. Berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebajikan. Dan konsolidasikan seluruh kekuatan bangsa untuk merawat negeri ini. Ancaman(A),Tantangan(T), Hambatan(H) dan Gangguan(G) selalu datang dan pergi,baik datang dari luar
maupun dari dalam yang bisa merobohkan NKRI.
Para politisi yang terhormat,dunia kerja an da bukan hanya sekedar berebut kekuasaan dan sekedar berbeda pendapat atas nama demokrasi dan sambil menyelam minum air sibuk menjadi aktor making money dengan cara KKN. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi).