Site icon TubasMedia.com

Politik yang Tidak Cinta Damai, Merajalela

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

POLITIK adalah soal kekuasaan dan kedamaian pada dasarnya adalah soal “rasa” yang bernilai kemanusiaan yang tinggi. Ada rasa cinta kasih dan ada pula rasa saling menghormati. Dalam berpolitik yang nilai dasarnya adalah kekuasaan, maka misi utamanya adalah bagaimana mencapai kekuasaan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nilai kejuangan yang utama adalah meraih kekuasaan. Nilai kejuangan untuk menciptakan perdamaian adalah salah satu misi yang harus dapat diperjuangkan karena kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada kedamaian, maka segala macam bentuk kekerasan sampai yang paling ekstrim kejadiannya seperti penjajahan dan peperangan, bisa terjadi di sepanjang zaman.

Realitasnya juga sudah terjadi dimana-mana di seluruh penjuru dunia. Konflik di Afganistan adalah soal politik barat yang menghendaki milisi Taliban bisa di bumihanguskan. Begitu pula masalah Palestina yang terus bergejolak adalah karena politik zionis yang tidak cinta damai dengan warga Palestina.

Di dalam negeri, dinamika politik yang tidak cinta damai juga kita rasakan terjadi sehari-hari. Meraih kekuasaan dilakukan dengan cara kotor menggunakan intrik, money politics mahar politik. Ketika pemilu diadakan atau pemilukada diselenggarakan, selalu saja ada peristiwa kekerasan terjadi di saat salah satu kontestan mengalami kekalahan.

Meskipun slogannya yang selalu dikumandangkan adalah pemilu yang damai, adil dan jujur. Jika fenoma itu dipakai sebagai landasan berfikir, maka nampaknya berpolitik itu sulit untuk menciptakan perdamaian. Paling kuat hanyalah mengupayakan agar berpolitik bisa menciptakan perdamaian.

Tapi upayanya itu sendiri lebih banyak “gagal” menciptakan perdamaian, apalagi perdamaian abadi yang selalu menjadi slogan politik dalam pergaulan politik, khususnya politik luar negeri. Karena tingkat keberhasilannya rendah untuk menciptakan perdamaian, maka forum-forum pertemuan pada skala nasional, regional dan global untuk membahas isu perdamaian menjadi inten diselenggarakan guna mengupayakan agar jangan sampai terjadi konflik-konflik politik yang berkepanjangan.

Di dalam negeri isu politik yang tersembunyi di balik api dalam sekam misalnya, soal NKRI. Di kawasan Asean, soal laut China selatan. Di Timur Tengah adalah soal Palestina, soal Suriah, Mesir, Iran dsb. Mengapa semuanya itu cenderung “bersifat laten” terjadi? Jawabannya karena mainstream berpoliik itu adalah kekuasaan dan sekaligus kepentingan.

Buktinya,sampai kapanpun AS akan terus menekan Iran karena negeri ini dianggap berbahaya kalau sampai berhasil membangun proyek nuklirnya. Contoh lain, politik zionis Israel yang tidak menghendaki negara Palestina yang merdeka dan berdaulat lahir. Sikap kejuangan politik yang makin berlindung secara kuat dibalik “tirani kekuasaan dan kepentingan”, maka sulit untuk bisa membenarkan bahwa berpolitik bisa menciptakan perdamaian.

Apalagi lagi ada balutan sikap yang arogan, paling adidaya, pragmatis dan transaksional, makin jauh menciptakan perdamaian dengan memakai kendaraan politik. Menjadi sesuatu yang anomalis dan sangat paradoks antara politik dan perdamaian pada penghujungnya karena pijakan spiritnya secara diametral berbeda di antara keduanya.

Politik basisnya kekuasaan dan kepentingan. Sementara itu, perdamaian basisnya adalah cita rasa, hati nurani. Jika demikian, maka perdamaian dan kedamaian abadi di dunia tidak akan pernah tercipta. Perdamaian abadi dan kedamaian abadi akan terjadi kelak di alam akhirat.

Politik hanya bisa mengupayakan agar perdamaian bisa terjadi,dan tidak akan pernah berhasil menciptakan perdamaian karena roh dan semangat kejuangannya memang berbeda. ***

Exit mobile version