Pertumbuhan Ekonomi Itu Milik Bersama

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

AGAR tidak terjadi saling klaim, maka lebih baik kita nyatakan, pertumbuhan ekonomi itu adalah milik kita bersama sebagai bangsa. Kita itu adalah organisasi publik yang bekerja membuat kebijakan publik, membuat aturan yang kondusif dan memberikan pelayanan publik yang efisien, mudah, murah dan cepat.

Ini bentuk kontribusi organisasi publik dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Perannya adalah sebagai regulator dan pelayanan publik. Kontributor yang lain adalah organisasi bisnis, baik yang berskala mikro, kecil, menengah maupun besar.

Investornya bisa berasal dari dalam negeri maupun asing. Mereka ini adalah para aktor langsung pencipta nilai tambah, pencipta keuntungan, pencipta lapangan kerja, pembayar pajak perusahaan. Pencipta pertumbuhan yang lain adalah masyarakat, yang pada dasarnya adalah para konsumen.

Dengan kekuatan daya beli mereka menyebabkan pertumbuhan ekonomi juga terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi nasional disumbang oleh pengeluaran belanja konsumsi, baik privat maupun publik, investasi langung dunia usaha, bahkan berasal dari hasil ekspor neto (ekspor-impor).

Inilah yang memberikan kepastian bahwa pertumbuhan ekonomi itu milik kita bersama. Tidak ada di antara tiga pihak tadi yang saling mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan setiap tahun adalah milik pemerintah/organisasi publik, apalagi diklaim sebagai milik parpol. Atau diakui hanya miliknya organisasi bisnis dan masyarakat saja.

Oleh sebab itu, ketiga pihak harus bisa merawatnya bersama-sama agar di setiap tahun pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan selalu meningkat, makin berkualitas dan makin berkelanjutan. Dengan demikian ketiganya terikat dalam satu mata rantai proses pencipta pertumbuhan ekonomi.

Salah satu mata rantainya rusak atau mengalami gangguan, baik di dalam maupun di luar negeri, pasti akan mengganggu pertumbuhan ekonomi secara nasional. Ketiganya adalah penting karena di pundaknyalah mesin pertumbuhan akan terus berputar dan bergerak secara dinamis sesuai dinamika kehidupan ekonomi, baik berskala nasional, regional maupun global, yang satu sama lain bisa saling memberikan pengaruh.

Politik ekonomi, budaya ekonomi dan sosiologi ekonomi yang seperti itu yang seharusnya kita lembagakan sebagai sistem ekonomi nasional, bahkan di tingkat regional dan global. Tumbuh kita nikmati bersama, kalau terjadi kontraksi kita tanggulangi bersama dalam semangat saling bahu membahu untuk mencari tahu apa penyebabnya dan menawarkan berbagai alternatif penyelesaian yang terbaik dan hasilnya dinikmati bersama.

Semuanya itu kita kerjakan dalam rangka membangkitkan semangat nasionalisme ekonomi bangsa dan negara, serta semangat kebersamaan di tingkat global. Win-win condition economy yang kita tuju, bukan zero sum game economy yang mengedepan sebagai pendekatannya.

Gemah ripah-nya ekonomi Indonesia akan terwujud dengan pendekatan seperti digambarkan di atas, tak silau dan narsis ketika pujian dan sanjungan dari negara lain datang bertubi-tubi. Gelar apapun kita terima saja, yang penting secara budaya ekonomi dan sosiologi ekonomi serta politik ekonomi nasional, bangsa dan negara ini tetap solid dan selalu terkonsolidasi menghadapi segala bentuk ancaman dan gangguan, baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri melalui berbagai bentuk infiltrasi politik, ekonomi maupun budaya.

Arogansi Kekuasaan

Kita tidak perlu melakukan isolasi atau embargo ekonomi kepada siapapun dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Realitas dunia sekarang sebenarnya adalah soal kemitraan, soal kerja sama dan kerja bersama. Bukan tema-tema soal mekanisme pasar, soal persaingan, soal liberalisasi dan soal perdagangan bebas sebagaimana selama ini diagung-agungkan sebagai doktrin ekonomi yang dianggap paling tepat guna mewujudkan kesejaheraan dan kemakmuran.

Nyatanya yang terjadi adalah animal economy, keserakahan yang semangatnya adalah bahwa dialah sebagai adidaya pencipta pertumbuhan nomor satu di dunia. Arogansi kekuasaan ekonomi yang justru terjadi,bukan pemerataan dan keadilan ekonomi. Disadari atau tidak, itulah sejatinya penyebab terjadinya konflik sosial dimana-mana.

Penyebab terjadinya infiltrasi ekonomi dimana-mana juga dikarenakan tingkah laku ekonomi yang bersifat eksploitatif dan “menjajah. Dalilnya adalah persaingan yang semangatnya bagaimana memenangkan persaingan. Jadi harus ada pihak yang pantas menjadi pemenang dan pantas diganjar sebagai pecundang.

Yang demikian itu, adalah nalar ekonomi yang keblinger dan salah total karena manusia para pencipta pertumbuhan ekonomi telah keluar dan terbawa arus ke arah kebiadaban berekonomi. Padahal seharusnya arah yang kita tuju adalah membangun peradaban ekonomi yang humanis sesuai dengan fitrah manusia diciptakan Tuhan, yaitu agar saling memanusiakan manusia itu sendiri.

Sebaiknya kita tidak perlu lagi menggunakan istilah Time Is Money dalam membangun peradaban ekonomi. Saatnya kita harus mengatakan bahwa demi membangun sistem ekonomi yang beradab kita gunakan saja istilah Time Is Sharing, Time Is Togetherness.

Oleh karena itu,pertumbuhan ekonomi itu adalah milik kita bersama. Inilah opini di bidang ekonomi pada akhir tahun 2012 yang tubasmedia.com persembahkan untuk Indonesia dan masyarakat dunia.

Semoga di tahun 2013 kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dunia lebih baik dan harus lebih humanis. Politik ekonomi, budaya ekonomi dan sosiologi ekonomi yang kita anut harus menjadi landasan kerja untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan berkelanjutan yang notabene adalah milik kita bersama. ***

CATEGORIES

COMMENTS