Site icon TubasMedia.com

Perpu Nomor Satu

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi

ilustrasi

TERJAWABLAH sudah upaya untuk mengakhiri krisis kepercayaan publik yang membelit tubuh Mahkamah Konstitusi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pekan lalu, menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang N0.24 tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Meski ada sementara kalangan yang menilai langkah Presiden SBY tersebut bukan sebagai langkah yang tepat, namun penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tersebut bisa kita pahami sebagai upaya memforma MK untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MK. Alasanya, sangat berbahaya jika MK yang punya kewenangan strategis menjaga konstitusi bernegara, mengawal demokrasi dan menegakkan pilar negara hukum tidak lagi mendapat kepercayaan masyarakat.

Saya pernah mengingatkan melalui rubrik Resonansi ”…krisis kepercayaan publik terhadap MK dikhawatirkan bisa menimbulkan kekacauan konstitusi yang secara pelan dan pasti akan mematikan demokrasi di negeri ini. Memformat ulang MK yang berintegritas sebagai pilihan yang perlu segera dilakukan” (Tunas Bangsa, Edisi 284 Tahun VI/ 8 -15 Oktober 2013).

Penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 merupakan langkah konstitusional Presiden SBY untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap MK. Langkah itu terpancar dari perubahan substansi di dalam Perpu itu diantaranya adanya penambahan persyaratan calon hakim konstitusi, memperjelas mekanisme proses seleksi, pengangkatan dan perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.

Substansi tersebut telah menjawab apa yang selama ini dinilai menjadi titik lemah di dalam tubuh MK yang menyebabkan terjadinya kasus jual beli sengketa Pilkada dan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi seperti yang dilakukan hakim konstitusi yang juga Ketua MK Akil Mochtar. Kelemahan tersebut terungkap melalui pengakuan Pia Akbar Nasution, kuasa hukum salah satu tersangka dugaan kasus korupsi di MK Tubagus Chaeri Wardana . Pia menyebut ada pertemuan segita antara Akil Mochtar, Ratu Atut Chosiyah dan Tubagus Chaeri Wardana di Sangapura untuk membicarakan–sengketa–Pilkada secara umum.

Terlepas benar atau tidak pengakuan tersebut, yang jelas pertemuan antara hakim konstitusi dengan pihak yang bersengketa memperjelas kasus Pilkada yang ditangani MK telah dijadikan alat transaksi dan bahan untuk diperdagangkan serta menguatkan adanya pelanggaran Pedoman Perilaku dan Kode Etik yang dilakukan hakim konstitusi Akil Mochtar. Kita berharap Perpu Nomor 1 Tahun 2013 dapat memperbaiki keadaan mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK dan mencegah perilaku tercela hakim konstitusi tidak terulang kembali. Semoga! ***

Exit mobile version