Perlu Lapangan Kerja yang Menjamin Perbaikan Hidup

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

SETIAP tahun peringatan Hari Buruh Internasional, selalu dimanfaatkan para pekerja untuk menyampaikan tuntutan untuk perbaikan hidup. Permasalahan bertambah rumit karena jumlah angkatan kerja yang terus bertambah, tidak sebanding dengan pertambahan peluang kesempatan kerja. Sehingga posisi tawar pekerja menjadi lemah.

Tuntutan pekerja pada peringatan Hari Buruh yang baru lalu, antara lain penyediaan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh. Hapuskan sistem alih daya (outsourcing), naikkan upah minimum yang layak, serta menjalankan jaminan hak pensiun wajib bagi buruh.

Melihat kenyataan kehidupan buruh, memang masih jauh dari layak. Upah yang diterima setiap bulan dan pekerja harian, belum bisa menjamin perbaikan hidup. Soalnya, upah yang diterima relatif tetap, padahal nilai perekonomian secara umum terus meningkat sehingga tergerus oleh inflasi. Maka, tidak heran kalau aksi-aksi unjuk rasa dipakai oleh kaum pekerja, untuk pelampiasan ketidakberdayaan.

Untuk itulah pemerintah harus terus berusaha memperluas lapangan kerja yang semakin menjamin perbaikan hidup. Sehingga, semakin banyak perusahaan, maka kaum pekerja pun semakin memiliki posisi tawar, karena tidak semua perusahaan mengungkap terbuka neraca untung ruginya secara jujur. Kaum buruh sebenarnya harus dikategorikan sebagai modal produksi, bukan malah dianggap sebagai beban atau ongkos produksi.

Khususnya bagi perusahaan-perusahaan baru harus dipersyaratkan menghargai kaum pekerja sebagai modal produksi. Tetes keringat pekerja adalah untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan, sehingga perusahaan wajib memberikan imbalan kepada pekerja dari hasil keuntungan.

Sebuah perusahaan besar produsen komponen elektronik asal Taiwan, Foxconn berminat membuka usahanya di Jakarta. Hal ini sesungguhnya harus disambut dengan cepat untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi pekerja Indonesia. Pabrik komponen elektronik ini membutuhkan lahan seluas 200 hektare. Lahan seluas ini ada di wilayah pantai utara Marunda, Jakarta Utara. Yakni 120 hektare milik Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, dan selebihnya 80 hektare lagi bisa dipenuhi dengan mereklamasi pantai.

Pada awal Februari lalu, Foxconn dan Pemerintah DKI Jakarta, telah menandatangani nota bisnis tahap awal atau Letter of Intent (LOI). Dalam kesepakatan yang belum memiliki konsekuensi hukum itu, Foxconn menyatakan akan mengucurkan dana investasi US$ 1 miliar atau setara Rp 12,02 triliun untuk membangun pabrik. Penanaman modal itu akan diwujudkan dalam 3-5 tahun. Sehingga kalaupun dimulai pada tahun 2014 ini, baru bisa operasional tahun 2017-2019.

Menteri Perindustrian MS Hidayat baru-baru ini mengatakan, Pemerintah DKI Jakarta harus segera meningkatkan status kerja sama investasi dengan Foxconn ke level yang lebih serius. Imbaun Menperin ini ditanggapi positif Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang justru menyambut gembira minat penanaman modal ini dan pihaknya siap membantu kapan segera direalisasikan. Namun, Foxcon juga harus memenuhi persyaratan.

Wali Kota Jakarta Utara, Heru Budihartono sesaat setelah penandatanganan LOI di Balaikota Merdeka Selatan mengatakan, ada tiga syarat yang harus dipenuhi Foxconn. Salah satu syarat adalah membangun sejumlah infrastruktur, seperti asrama atau perumahan bagi para pegawainya. “Ini syarat baku bagi pembangunan pabrik dengan luas lahan di atas 100 hektare,” kata penguasa wilayah yang bakal dijadikan lokasi pabrik komponen elektronik raksasa itu.

Dua syarat lainnya, kata Heru, adalah itikad baik dalam merealisasikan investasi serta melakulan transfer teknologi. Untuk mendukung upaya transfer teknologi, pemerintah meminta Foxconn menempatkan karyawan asal Indonesia di level manajerial dengan persentase 50 : 50. Hal ini dicantumkan juga dalam LOI.

Menurut Heru, pemerintah juga mengecek kembali rekam jejak Foxconn dalam hal perburuhan. Hal ini dilakukan demi menghindari pelanggaran hak buruh, yang kerap ditudingkan kepada Foxconn di sejumlah negara. Foxconn harus mengikuti aturan tenaga kerja yang ketat di Indonesia.

Sebelum membuat LOI dengan Pemerintah DKI Jakarta, Foxconn sebenarnya sudah bernegosiasi dengan pemerintah pusat sejak 2012, namun belum sampai ke tahap pengajuan izin. Dalam sebuah pemberitaan media di Jakarta bulan Februari lalu, Kepala Badan Koordinasi Penanamam Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi kebutuhan investasi Foxconn di Indonesia.

Kita mengharapkan penanaman modal yang cukup besar dari Taiwan ini bisa segera direalisasikan, sehingga lapangan pekerjaan baru akan terbuka bagi ribuan pekerja Indonesia. Selain Foxconn, BKPM juga seharusnya proaktif menggaet perusahan-perusahaan besar dari luar negeri, tidak hanya sekedar memfasilitasi. Mudah-mudahan pemerintah dengan presiden baru yang terpilih bulan Juli nanti, tidak hanya memupuk pencitraan diri, tetapi harus bisa bergerak lebih cepat untuk mensejahterakan rakyatnya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS