Perlu Land Fund untuk Infrastruktur

Loading

Laporan : Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Di mana pun dibangun sektor tradable (industri manufaktur, pertanian, dan pertambangan) persyaratan yang harus dipenuhi adalah tersedianya infrastruktur, baik yang hard maupun soft. Tersedianya infrastruktur adalah daya tarik utama bagi investor. Untuk kelancaran pembangunan insfrastruktur, terutama menyangkut penyediaan lahan dan pembiayaan, sudah saatnya dibentuk land fund dan infrastructure fund.

Demikian ditegaskan pemerhati pembangunan, Fauzi Azis, dalam wawancara khusus dengan Tubas di Jakarta, pekan lalu. Menurutnya, infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah risk factor dalam investasi. Kalau risiko itu rendah, investor akan masuk, tapi kalau tinggi, ya investasi ditunda dan bahkan dibatalkan.

Kedua faktor itulah yang harus dijadikan prioritas pada skala nasional dan daerah. Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, yang pokok adalah ketersediaan lahan. Soal ini harus sungguh-sungguh dijamin kepastiannya. Jangan sampai setelah lahan dibebaskan di kemudian hari muncul persoalan.

Menurut Fauzi Azis, berkaitan dengan ketersediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebaiknya membentuk land fund. Demikian pula dengan infrastructure fund, karena tidak semua didanai oleh APBN/APBD. Bappenas memperkirakan untuk 2010-2014 dibutuhkan Rp 1.923,7 triliun dana pembangunan infrastruktur. Yang bisa dipenuhi oleh APBN hanya sekitar 29 persen dari jumlah tersebut, sisanya diharapkan dipenuhi oleh swasta.

“Saya kira pembentukan land fund dan infrastructure fund menjadi penting. Sedang sumber pembiayaan bisa sebagian dari APBN/APBD, serta penerbitan obligasi atau pinjaman lunak dari World Bank atau ADB,” katanya.

Terkait dengan pembangunan infrastruktur ini, menurut Fauzi Azis, peran para kepala daerah sangat penting dan harus menjadi prerequisite dalam perubahan dan kemajuan daerah. Infrastruktur di sini, antara lain, mencakup jalan raya, perkeretaapian, pelabuhan, irigasi pertanian, air bersih dan sanitasi, listrik dan distribusi energi (gas), serta infrastruktur ICT.

Ia mengatakan, infrastruktur keras fisik (physical hard infrastructure), seperti jalan raya, rel kereta api, bandara, dermaga, pelabuhan, bendungan dan irigasi, sangat penting. Sebagai contoh, pelabuhan laut bertaraf internasional akan mendukung kelancaran ekspor komoditas. Infrastruktur keras non fisik (nonphysical hard infrastructure), berkaitan dengan fungsi utilitas umum, ketersediaan air bersih berikut instalasi pengelolaan air dan jaringan pipa penyaluran, pasokan listrik, jaringan telkom, pasokan energi dan jaringan pipa distribusi, yang semuanya itu amat dibutuhkan oleh investor untuk menggerakkan usahanya.

Kerangka Kelembagaan

Dikemukakan, yang juga tak kalah penting, infrastruktur lunak atau biasa disebut kerangka kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma yang sudah dimodifikasi menjadi peraturan perundang-undangan, serta kualitas pelayanan. Infrastruktur yang berkualitas akan mendorong pembangunan negara atau daerah. Semakin besar ambisi suatu negara untuk memperbesar pertumbuhan ekonomi, akan makin banyak dibutuhkan insfrastuktur. Kalau tidak dapat dicukupi, maka kegiatan akan tersendat-sendat dan terjadi high cost. Ujung-ujungnya menimbulkan efek inflatoir.

“Keterbatasan infrastruktur jelas mengakibatkan pemanfaatan potensi dan sumber daya ekonomi menjadi tak optimal. Bahkan, sulit berkembang hingga ke taraf yang diinginkan. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur harus menjadi skala prioritas tinggi di tingkat nasional dan daerah, karena menjadi ‘roh’-nya pembangunan ekonomi suatu negara,” katanya. (tim tubas)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS