Perlu Dibentuk Badan Khusus Transportasi

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

MASALAH kemacetan lalu lintas di Jakarta, tampaknya mulai terlupakan. Apalagi saat ini sudah mulai memasuki iklim persaingan menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta. Tahun depan, pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk Jakarta sudah akan dilaksanakan. Gubernur dan Wakil Gubernur sekarang (Fauzi Bowo dan Prijanto) ikut juga mencalonkan diri. Sehingga, perhatian mereka untuk menangani masalah transportasi wajar berkurang.

Untuk itulah sebenarnya, untuk menangani dan mewujudkan tata kelola pelayanan trasportasi, baik sarana, maupun prasarananya, perlu ada Badan Khusus Transportasi yang terpisah dari administrasi pemerintahan provinsi. Badan ini tidak perlu bergantung pada kepemimpinan gubernur. Lagi pula, melihat berbagai potensi bakal calon pemimpin Jakarta yang muncul sekarang ini, tidak begitu menjanjikan untuk bisa menyelesaikan berbagai permasalahan teknis Ibukota, terutama kelancaran lalu lintas dan masalah transportasi secara menyeluruh. Tampaknya, Gubernur Jakarta hanya dijadikan ajang perebutan pengaruh oleh partai politik.

Pembangunan besar-besaran sarana dan prasarana jalan yang baru untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan, pessimis bisa dilakukan, karena areal kota yang terbatas. Untuk itulah perlu diciptakan infrastruktur baru, berupa alat trasportasi jalan layang, ataupun jalan di bawah tanah. Hal ini memerlukan perencanaan yang komprehensif, penanganan teknis yang rumit, dan sistem teknologi yang lebih maju, oleh satu badan khusus yang punya otoritas.

Pemprov DKI sudah merancang adanya proyek angkutan massal atau mass rapid transportation (MRT). Namun, perwujudannya amat lambat dan harus ada izin dari Pemerintah Pusat, padahal pendanaan sudah tersedia, berupa pinjaman dari Lembaga Keuangaan Pemerintah Jepang. Proses payung hukum untuk pencairan dana dan pembentukan unit pelaksana konstruksinya, cukup bertele-tele.

Dulu pun sempat ada kerja sama Pemprov DKI membangun jalan kereta layang berupa monorel dengan perusahaan swasta. Pembangunan fondasi berupa balok-balok bakal penopang rel sudah dimulai di beberapa jalur jalan tertentu, akan tetapi kemudian terhenti karena pihak swasta penyandang dananya tidak mampu lagi meneruskannya. Penyandang dana sulit mencari tambahan pinjaman, sementara pemerintah provinsi tidak mampu mengambil alih. Sehingga, terlihatlah tiang pancang yang terbengkalai, misalnya di ujung Jalan Asia Afrika Senayan, bagaikan puing bangunan runtuh korban gempa bumi.

Pemerintah Provinsi DKI pun sudah merintis pembangunan jalur khusus bus (busway) dengan alat angkut bus Trasjakarta, namun masih banyak kekurangan disana-sini, termasuk pengadaan armada, karena Badan Layanan Umum sebagai pengelolanya masih tergantung pada pengaturan administrasi dan kemampuan anggaran Pemerintah Provinsi. Pengembangan koridor dan kerja sama dengan sektor lain, seperti layanan bus pengumpan, serta jejaring lain yang diperlukan, masih kurang lancar, karena terkendala oleh birokrasi pemerintahan.

Jauh sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat koordinasi dengan menteri-menteri dan seluruh kepala daerah di Istana Bogor, 22 Februari 2011 lalu, telah mendesak agar permasalahan transportasi di DKI Jakarta sudah teratasi sebelum tahun 2020. Bahkan diminta, perbaikan signifikan sudah harus bisa dirasakan sebelum tahun 2014, sebelum masa jabatan Presiden berakhir. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS